Kronologi Dugaan Perkosaan Terhadap Putri Candrawathi Menurut Komnas Perempuan

"Dari proses kami komunikasi dan menggali keterangan dugaannya adalah perkosaan."

Republika/Thoudy Badai
Tersangka istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi saat mengikuti rekonstruksi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jalan Duren Tiga Utara I, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Baca Juga


Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengungkapkan, dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), terhadap Putri Candrawathi Sambo (PC) adalah perbuatan perkosaan. Komnas Perempuan, menolak narasi di media yang dilakukan Brigadir J adalah dugaan pelecehan seksual.

“Dari proses kami komunikasi, dan mencoba menggali keterangan, dan memeriksa, dugaannya adalah perkosaan. Dan itu, adalah kekerasan seksual. Bukan pelecehan seksual,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada Republika, Jumat (2/9/2022).

Siti menegaskan, pelecehan seksual dan kekerasan seksual adalah dua perbuatan yang berbeda dalam banyak hal. Meskipun sama-sama perbuatan amoral, dan asusila, keduanya berbeda dalam pengertian, istilah, perbuatan, sampai pada konsekuensi hukum.

Dalam kasus Brigadir J, kata Siti, dugaan perbuatan yang dialami Putri tersebut, adalah kekerasan seksual, dalam bentuk perkosaan. Menurut Siti, Komnas Perempuan mendapatkan pengakuan dari Putri saat melakukan permintaan keterangan.

“Dua kali kita berkomunikasi, dan berusaha untuk mendapatkan keterangan dari Ibu PC,” ujar Siti.

Siti memerinci, permintaan keterangan tersebut, dilakukan pada Ahad (21/8/2022) dan Selasa (23/8/2022). Siti mengatakan, Komnas Perempuan juga meminta keterangan dari dua asisten rumah tangga (ART), yang mengetahui dugaan perkosaan itu, yakni inisial S, dan KM (Kuwat Maruf).

Dari permintaan keterangan tersebut, kata Siti, Komnas Perempuan juga melakukan komparasi hasil pemeriksaan para ajudan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, yang dilakukan oleh tim investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Dari pemeriksaan dan permintaan keterangan tersebut, didapatkan fakta kronologi, bahwa terjadi dugaan kekerasan seksual, berupa perkosaan, yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Ibu PC,” kata Siti.

Siti menerangkan, dugaan perkosaan yang dialami Putri tersebut, terjadi pada Kamis (7/7/2022) di Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Menurut Siti, berdasarkan kronologi, dugaan perkosaan tersebut, adalah puncak peristiwa dari dugaan aksi-aksi sebelumnya.

Antara lain, kata Siti, adanya temuan atas dugaan Brigadir J, yang berupaya untuk membawa Putri, saat sedang tidur-tiduran di sofa, ke kamar tidur. “Dalam dugaan peristiwa ini, kita mendapat keterangan, bahwa itu, Ibunya (PC) menolak,” kata Siti. 

Dugaan peristiwa lainnya, juga adanya peristiwa yang dipergoki oleh KM, dan Bharada Richard Eliezer di depan kamar mandi. “Sekali lagi saya sampaikan, dugaan perbuatan kekerasan seksual berupa perkosaan ini, diduga dilakukan Brigadir J, kepada Ibu PC. Kami sampaikan dugaan itu, terjadi di Magelang, pada tanggal 7 Juli 2022,” sambung Siti.

Siti mengakui, kesimpulan terkait dugaan perkosaan Brigadir J, kepada Putri, berdasarkan dari keterangan sepihak Putri dan dua pembantunya, S, dan KM, serta para ajudan Irjen Sambo. Siti mengakui, Komnas Perempuan, tak memiliki keterangan, ataupun pembanding, bahkan bantahan.

"Karena yang terduga yang melakukan itu (Brigadir J), kan sudah meninggal. Jadi bagaimana kita mendapatkan penjelasan pembandingnya?,” ujar Siti.

Akan tetapi, dalam perspektif Komnas Perempuan, dikatakan Siti, setiap pengakuan korban kekerasan seksual, ataupun korban asusila lainnya, adalah temuan peristiwa. Sehingga, diwajibkan adanya tindak lanjut pengungkapan kebenarannya.

“Kami tetap menjadikan penjelasan yang kami dapatkan dari Bu PC, S, dan lainnya itu sebagai bagian dari peristiwa yang harus disampaikan,” kata Siti.

Sebab itu, kata Siti menambahkan, dalam rekomendasi bersama, Komnas Perempuan, dan Komnas HAM, meminta agar tim penyelidikan, maupun penyidikan di Polri, untuk melanjutkan pengungkapan, dan kebenaran atas dugaan perkosaan tersebut.

“Proses tindak lanjut itu yang kami harapkan dapat dilakukan di kepolisian. Karena kami tidak memiliki kewenangan, dan memiliki keterbatasan untuk menindaklanjuti peristiwa kekerasan seksual itu,” kata Siti.

Siti mengakui, jika pun kebenaran atas dugaan perkosaan itu terungkap, tidak akan ada yang namanya peradilan. Sebab terduga pelaku perkosaan, yakni Brigadir J telah meninggal dunia.

Namun, menurut Komnas Perempuan, kata Siti, akurasi pengakuan, dan penjelasan dari Putri itu, dapat diuji kebenarannya. Prosesnya, kata Siti, tetap harus dapat dilakukan dari sisi, misalnya, permintaan keterangan yang lebih detail dari Putri, dan saksi-saksi lain.

“Melakukan visum, visum psikologis, maupun olah TKP (tempat kejadian perkara) di Magelang. Itu masih dapat dilakukan, untuk bisa menarik kesimpulan, apakah dugaan perkosaan tersebut, benar terjadi, dan dapat dibuktikan atau tidak,” kata Siti.

 

 

In Picture: Komnas HAM Serahkan Rekomendasi Peristiwa Penembakan Brigadir J

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua kiri) menyerahkan berkas Hasil Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Penembakan Brigadir J kepada Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (kedua kanan) disaksikan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Kabaintelkam Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022). Polri menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut. - (ANTARA/Sigid Kurniawan)

 

 

 

Komnas Perempuan, kata Siti, mengakui amarah publik, dan sinisme banyak pihak terhadap Putri Candrawathi. Hal tersebut, lantaran terkait dengan pelaporan yang dilakukan olehnya, pada Sabtu (9/7/2022) di Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).

Dalam pelaporannya itu, Putri melaporkan Brigadir J yang sudah meninggal dunia, melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Pelecehan seksual oleh Brigadir J itu, menurut laporan Putri, dilakukan pada Jumat (8/7/2022) di rumah dinas Irjen Sambo, di Kompleks Polri, di Duren Tiga 46, Jaksel. 

Laporan tersebut, belakangan diintervensi oleh Bareskrim Polri, dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Karena, menurut Polri, dalam pelaporan tersebut, tak ditemukan adanya fakta hukumnya.

“Kami sangat memahami kemarahan publik terkait itu. Bahwa Bu PC, dianggap melakukan kebohongan, dan melakukan obstruction of justice bersama suaminya, Sambo,” kata Siti melanjutkan.

Akan tetapi, kata Siti, pelaporan oleh Putri itu dilakukan atas dasar keterpaksaan dan kepatuhannya, terhadap Irjen Sambo, sebagai suaminya. “Dalam hal ini, kami (Komnas Perempuan), juga menilai Ibu PC ini, adalah sebagai korban dari skenario Sambo,” kata Siti. 

Dalam permintaan keterangan oleh Komnas Perempuan, kata Siti, Putri menyampaikan, dirinya tak dapat menolak permintaan Sambo yang berusaha mengatur strategi. Tujuannya, untuk menutup-nutupi penyebab kematian Brigadir J.

“Karena dia (PC), juga ternyata melaporkan itu, karena dipaksa, dan diarahkan oleh Sambo sebagai suaminya,” kata Siti.

Menurut Komnas Perempuan, kata Siti, ketundukan Putri atas alur rekayasa peristiwa versi Sambo, menunjukkan adanya ketimpangan relasi antara dua pasangan itu. Dari pengakuan, kata Siti, Putri tak punya pilihan untuk membantah jalan cerita buatan Irjen Sambo karena posisinya yang serba-salah dan ketakutan.

“Ada analisis dari kami, terkait relasi suami istri ini. Bahwa Sambo ini sangat dominan. Dominan dalam hal profesinya, juga dominan dalam kultur suami istri. Ibu PC, dalam kondisi sebagai perempuan, berusia menuju lansia, hampir 50-an tahun, diperkosa oleh seseorang yang ia perlakukan sebagai layaknya seorang anak (Brigadir J), Ibu PC sangat takut,” kata Siti.

Siti mengungkapkan, dalam dua kali permintaan keterangan yang dilakukan Komnas Perempuan terhadap PC, kerap ada tiga kalimat dan kata yang selalu terucap. Yaitu, perasaan malu, rasa takut, dan kehendak untuk mati.

“Tiga kata kunci yang selalu disampaikan Bu PC ke kami (Komnas Perempuan), dalam dua kali pertemuan kami dengan Ibu PC. Itu adalah, malu, takut, dan ingin mati. Itu yang selalui dia sampaikan. Dan itu menunjukkan adanya depresi yang mendalam,” kata Siti.

 


 

 

Bantahan keluarga Brigadir J

Pengacara Keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, tuduhan Komnas Perempuan dan Komnas HAM atas dugaan kekerasan seksual, berupa perkosaan yang dilakukan oleh Brigadir J kepada PC, adalah kebohongan baru. Kebohongan baru itu, kata Kamaruddin, untuk mendistorsi penyebab sesungguhnya kasus pembunuhan berencana atas kematian Brigadir J.

“Itu tidak ada cerita itu. Komnas HAM bilang karena ada kekerasan seksual, itu karena otak mereka itu, seks saja isinya,” kata Kamaruddin.

Menurut dia, Komnas HAM, ataupun Komnas Perempuan, semestinya dapat menakar akurasi, dan kejujuran PC, terkait pengakuannya sebagai korban dari dugaan pelecehan, maupun kekerasan seksual, berupa perkosaan. Sebab dikatakan Kamaruddin, cerita kebohongan serupa yang dibangun PC, dan suaminya Irjen Sambo melalui pelaporan terhadap Brigadir J ke Polres Metro Jaksel, sudah pernah dilakukan.

Dan Kamaruddin menegaskan, tak ada ditemukan fakta hukum dari laporan itu. Kamaruddin beranggapan, kebohongan awal tersebut kembali dilakukan, dengan memindahkan lokasi peristiwa ke Magelang.

“Itu lompatannya terlalu jauh. Tadinya merasa dilecehkan di Duren Tiga. Karena itu tidak terbukti, dan diberhentikan kasusnya (SP3), karena peristiwanya itu, memang tidak ada. Kalian kan juga pernah menulis itu di SP3. Jadi, itu dibuat skenario lagi kekerasan seksual itu dibikin terjadinya di Magelang. Itu lompatannya terlalu jauh. Itu lah kebohongan mereka ini,” kata Kamaruddin.

Kamaruddin mengatakan, jika Komnas HAM dan Komnas Perempuan dapat menyimpulkan pembunuhan berencana tersebut berawal dari adanya kekerasan seksual, atau perkosaan yang dilakukan Brigadir J kepada Putri, kata Kamaruddin, publik pun dapat menilai Komnas HAM dan Komnas Perempuan sebagai lembaga yang cuma mengambil kesimpulan dari dugaan sepihak. Ironisnya kesimpulan Komnas HAM dan Komnas Perempuan tidak dapat dibantah oleh terduga, yang sudah tak bernyawa.

“Jadi Komnas HAM itu, Komnas Perempuan itu, cuma diperalat saja sama Putri. Lebih bagus diubah saja mereka itu, jadi Komnas Putri, atau Komnas Putri Candrawathi Sambo. Intinya, tidak benarlah mereka itu,” kata Kamaruddin.

 

Masyarakat Nilai Sambo Pantas Dihukum Mati - (infografis republika)

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler