Ancaman Penjara Mario Dandy Bertambah Berat, Pengacara Berharap tidak Ada Intervensi Hukum

Pasal-pasal sangkaan untuk Mario Dandy berubah, ancaman hukuman penjara bertambah.

Ali Mansur/Republika
Tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo dihadirkan dalam rilis yang digelar Kepolisian di Polres Jakarta Selatan. Kasus Mario Dandy Satriyo saat ini tengah viral di media sosial. (ilustrasi)
Rep: Ali Mansur Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Mario Dandy Satriyo (20 tahun), Dolfie Rompas menyoroti perubahan konstruksi pasal terhadap kliennya terkait kasus penganiayaan terhadap korban berinisial CDO (17 tahun). Kini, penyidik Polda Metro Jaya menjerat Mario dengan pasal penganiayaan berat dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun penjara. 

Baca Juga


Dolfie menyatakan, bahwa pihaknya menghormati perubahan konstruksi pasal yang disangkakan kepada Mario. Karena itu semua pihak dapat menyerahkan proses hukum yang menjerat kliennya kepada pihak penyidik yang berwenang. Dia berharap tidak ada intervensi dalam bentuk apa pun dalam kasus penganiayaan tersebut.

"Sehingga juga kami juga sangat berharap agar tidak ada intervensi-intervensi dalam bentuk apa pun dari siapapun terkait kasus ini," harap Dolfie saat dihubungi awak media, Jumat (3/3/2023).

Selain itu, Dolfie juga meminta agar semua pihak membiarkan proses hukum kasus tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi, kata dia, Mario sudah mengaku bersalah, menyesali perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf baik kepada korban CDO (17 tahun) dan keluarganya.

"Sehingga kami berharap biarlah proses hukum ini berjalan secara profesional tanpa ada tekanan-tekanan atau intervensi dari pihak manapun," kata Dolfie. 

Sebelum adanya perubahan konstruksi pasal, tersangka Mario dijerat dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat. 

Perubahan konstruksi pasal sendiri terjadi setelah Menko Polhukam Mahfud MD menjenguk korban di Rumah Sakit Mayapada pada Selasa (28/2/2023) lalu. Dalam kunjungannya itu Mahfud MD mengatakan kekerasan yang dilakukan oleh Mario kepada David sangat brutal. Dia berharap agar Mario  dikenakan pasal yang lebih tegas untuk menimbulkan efek jera.

"Kalau kita melihat aksinya yang begitu brutal tanpa perikemanusiaan, saya mungkin agak setuju kalau diterapkan Pasal 351. Karena memang itu mungkin, tetapi saya akan jauh lebih setuju dan mendukung untuk mencoba menerapkan pasal yang lebih tegas, tegas Mahfud MD. 

 


 

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyebut Mario Dandy Satriyo telah memberikan sejumlah keterangan palsu dalam kasus penganiayaan terhadap CDO. Namun, pihak penyidik tidak membeberkan secara rinci apa saja bentuk kebohongan Mario dalam memberikan keterangan.

Terkait hal itu, penasihat Mario, Dolfie Rompas enggan berkomentar lebih. Ia hanya menyampaikan bahwa apa yang disampaikan oleh penyidik adalah kewenangannya.

"Itu kan teknis penyidikan, jadi ya itu lebih yang berkompeten adalah penyidik yang menilai," ujar Dolfie saat dihubungi, Jumat.

Namun bagaimanapun, Dolfie mengatakan, pihaknya menghormati perubahan konstruksi pasal yang disangkakan kepada Mario. Karena itu semua pihak dapat menyerahkan proses hukum yang menjerat kliennya kepada pihak penyidik yang berwenang. Dia berharap tidak ada intervensi dalam bentuk apa pun dalam kasus penganiayaan tersebut.

"Sehingga juga kami juga sangat berharap agar tidak ada intervensi-intervensi dalam bentuk apapun dari siapapun terkait kasus ini," harap Dolfie.

Selain itu, Dolfie juga meminta agar semua pihak membiarkan proses hukum kasus tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi, kata dia, Mario sudah mengaku bersalah, menyesali perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf baik kepada korban CDO dan keluarganya.

"Sehingga kami berharap biarlah proses hukum ini berjalan secara profesional tanpa ada tekanan-tekanan atau intervensi dsri pihak manapun," tutur Dolfie. 

Sebelumnya, pihak Polda Metro Jaya menyebut bahwa Mario sempat memberikan keterangan palsu atau bohong saat diperiksa. Mario mengaku terjadi perkelahian antara dirinya dengan korban, tetapi pada BAP terbaru Mario merencanakan penganiayaan.  

"Di awal BAP pelaku mengaku perkelahian, lalu bukti digital kami temukan bahwa dari bukti tersebut keterangan awal ada kebohongan," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi

Hengki melanjutkan, sejumlah keterangan palsu itu diketahui setelah adanya perbedaan antara keterangan Mario dengan alat bukti baru. Adapun alat bukti baru tersebut di antaranya rekaman kamera pengawas atau CCTV di lokasi kejadian, chat WhatsApp, lalu rekaman video yang ada di handphone.

Kemudian dengan adanya alat bukti baru tersebut, kata Hengki, maka konstruksi pasal terhadap tersangka Mario. Kini Mario dijerat dijerat dengan pasal 355 KUHP ayat 1 subsider pasal 354 ayat 1 KUHP subsider 353 ayat 2 KUHP subsider 351 ayat 2 KUHP juncto pasal 76c juncto 80 Undang-undang Perlindungan Anak.

"Dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. Itu untuk MDS," tegas Hengki.

Lalu tersangka Shane, dijerat Pasal 355 ayat 1 KUHP  juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan atau 76c juncto 80 Undang-undang perlindungan anak.

 

 

Adanya penemuan fakta-fakta dan alat bukti baru juga mengubah status AGH (15 tahun) dari saksi menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak. Sehingga AGH dijerat dengan 76C juncto pasal 80 Undang-undang perlindungan anak dan atau 355 ayat 1 KUHP  juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP.

"Untuk anak (AGH), ini tidak boleh disebut tersangka," kata Hengki.

Menurut Hengki, kekasih dari tersangka Mario Dandy Satriyo itu disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak. Ia juga menegaskan, pihak penyidik sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini.

"Ada perubahan status dari AGH yang awalnya adalah yang berhadapan dengan hukum berubah menjadi atau meningkat statusnya menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau dengan kata lain berubah menjadi pelaku  atau (pelaku) anak,” terang Hengki. 

Khusus Mario Dandy Satriyo, anak eks pejabat Ditjen Pajak itu juga berpeluang dijerat Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ). Hal itu dikarenakan mobil Jeep Rubicon yang dikendarai tersanka berpelat palsu. 

"Saya baca di peraturannya kalau menggunakan pelat yang bukan nomornya itu sanksinya cuma dua bulan atau lima ratus ribu," tegas Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Firman Shantyabudi kepada awak media, Jumat (3/3/2023).

Lebih lanjut, kata Firman, pihaknya juga akan melakukan pendalaman lebih jauh terkait penggunaan pelat palsu. Diketahui pada saat melakukan penganiayaan terhadap CDO, tersangka memasang pelat dengan nomor B 120 DEN. Sementara yang tercata di kepolisian pelat nomor asli dari mobil mewah itu  B 2571 PBP.

Selain itu, menurut Firman, jajaran Reserse juga akan menyidiki terkait kepenggunaan pelat palsu tersebut. Sehingga, apabila ditemukan ada unsur pidana baru, maka terhadap yang bersangkutan juga akan disangkakan pasal KUHP.

"Kalau untuk mohon maaf melakukan kejahatan maka nanti bisa memperberat barang kali," tutur Firman. 

Belakangan diketahui, pria bernama Ahmad Saefudin alias AS alias Asep (38 tahun) tercatat sebagai pemilik mobil Jeep Rubicon berpelat nomor B 2571 PBP yang dipamerkan Mario Dandy Satriyo. Asep bekerja di Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Mabes Polri.

"Info terakhir dia (AS) bekerja di Inafis. Sebagai honorer bukan yang sifatnya penting banget," ujar Kamso Badrudin, ketua RT 1 RW 1, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat.

Sebelum bekerja di Inafis, kata Kamso, Ahmad Saefudin pernah berjualan kopi dan juga bekerja sebagai office boy. Menurutnya, secara ekonomi yang bersangkutan juga bukan orang berada atau memiliki kemampuan untuk membeli mobil Rubicon. Sehingga, Kamso dapat memastikan bahwa mobil mewah yang kendarai Mario pada saat peristiwa penganiayaan terhadap CDO bukan milik Ahmad Saefudin.

"Saya sekali lagi menyatakan itu tidak masuk akal bahwa saudara AS memiliki satu unit Rubicon. Karena kesehariannya saja dia mengendarai kendaraan roda dua," terang Kamso. 

Kamso melanjutkan, tidak menutup kemungkinan kartu identitas Ahmad Saefudin dipinjam oleh pihak yang tak bertanggungjawab untuk mendapatkan atau membeli mobil Jeep Rubicon tersebut. Apalagi, Kamso mengaku mendapatkan informasi bahwa KTP Ahmad Saefudin dipinjam oleh seseorang. 

"Infonya bahwa mobil Rubicon itu atau KTP itu dipinjamkan kepada si A. Itu yang saya dapat info," ungkap Kamso. 

Namun Kamso tidak dapat menduga atau memastikan apakah KTP Ahmad Saefudin dipinjam oleh pejabat Inafis tempat dia bekerja. Apalagi Ahmad Saefudin sendiri sudah tidak tinggal di wilayah meski masih tercatat sebagai penduduk di RT 1 RW 1, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. 

"Belum ada komunikasi, karena komunikasi saya dengan AS (terakhir) tahun 2022 pada waktu pengambilan Bansos dari pemerintah," jelas Kamso.

 

 

Pasal Sangkaan untuk Mario Dandy Berubah - (Infografis Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler