Disdik DKI Jadikan Dugaan Rekrutmen Culas Sebagai Alasan Pemecatan 107 Guru Honorer

Disdik beralasan pemecatan itu karena pengangkatan guru honorer tak sesuai prosedur.

Republika/Lilis Sri Handayani
Ribuan guru honorer yang tergabung dalam Forum Guru Lulus Passing Grade PPPK Kabupaten Indramayu mengepung Pendopo Indramayu.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta angkat bicara mengenai pemecatan yang dilakukan terhadap 107 guru honorer. Disdik beralasan pemecatan itu karena pengangkatan guru honorer sudah bermasalah dan tidak sesuai prosedur.

Baca Juga


"Berdasarkan Persesjen Kemdikbud Nomor 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh kepala dinas," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik DKI Budi Awaluddin dalam keterangannya, Rabu (17/7/2024).

Budi menyebut, saat ini jumlah honorer di lingkungan Dinas Pendidikan DKI Jakarta jumlahnya mencapai 4.000 orang. Penambahan tersebut terakumulasi sejak tahun 2016.

Tapi ternyata, menurut Disdik Jakarta, pengangkatan guru honorer ini bermasalah. Penyebabnya, karena pengangkatan malah dilakukan kepala sekolah.

"Dari seluruh honor yang ada saat ini, dan tidak ada satu pun guru honor yang diangkat kepala dinas sehingga NUPTK-nya tidak dapat diproses, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Budi.

Terhitung 11 Juli 2024, Disdik DKI Jakarta telah melakukan penataan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri di wilayah DKI Jakarta. Hal ini sesuai Permendikbud Nomor 63 tahun 2022 pasal 40 (4) bahwa guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan seperti: Berstatus bukan ASN, Tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan Belum mendapat tunjangan profesi guru.

"Perbaikan pendidikan perlu diawali dari tenaga pengajar dengan memiliki mutu tenaga pengajar berkualitas," ujar Budi.

Budi juga menjelaskan rekrutmen guru honor selama ini diangkat oleh kepala sekolah atas alasan kebutuhan pendidikan tanpa melalui proses rekomendasi berjenjang ke tingkat Dinas. Padahal sesuai aturan yang berlaku bahwa sejak tahun 2017-2022 sudah mengeluarkan instruksi dan surat edaran bahwa pengangkatan guru honor harus mendapatkan rekomendasi Dinas Pendidikan.

"Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2024 ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai dengan permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor," ujar Budi.

Nasib guru honorer - (Republika.co.id)

Pesan horor untuk guru honorer. Baca di halaman selanjutnya.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memperoleh laporan 107 guru honorer di DKI Jakarta yang dipecat oleh pihak sekolah. Pemecatan ini dilakukan di saat dimulainya tahun ajaran baru pada awal bulan ini. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan ratusan guru yang dipecat tersebut dari jenjang SD, SMP, hingga SMA.

"Pada 5 Juli atau pada pekan pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran baru 2024/2025 di DKI Jakarta, para guru honorer mendapatkan pesan horor. Yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah," kata Iman saat dikonfirmasi pada Rabu (17/7/2024).

Iman menyampaikan, para kepala sekolah mengirimkan formulir 'Cleansing Guru Honorer' kepada para guru honorer. Formulir itu dimaksudkan supaya diisi oleh para guru honorer.

"Ada kasus di Jakarta Timur, ada yang pakai berita acara, harus mengatakan persetujuan. Ada yang cuma mengisi identitas, nanti kepala sekolah atau dinas yang akan buat status, ini sudah cleansing," ujar Imam.

Hal ini juga dialami sebagian anggota P2G Jakarta yang berstatus guru honorer. Alhasil mereka pun syok atas pemecatan itu.

"Ada yang menangis, ada yang kebingungan bagaimana memberitahu keluarga di rumah karena dalam waktu singkat karirnya sebagai guru kandas begitu saja. Sampai hari ini mereka masih bertanya-tanya, ini kebijakan apa dan kenapa mereka diperlakukan seperti itu?" ujar Iman.

Imam menyebut pemecatan tersebut tak dibarengi dengan penjelasan dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan. P2G turut memantau kejadian ini di daerah lain.

"Di daerah lain Jawa Barat bukan cleansing, tetapi honorer dikurangi jam mengajar jadi 0, tidak bisa mengajar. Makanya P2G melihat dalam skala nasional, sedang terjadi PHK massal guru honorer, cuma caranya beda-beda tiap provinisi," ucap Imam.

Imam juga mengkritisi pemakaian istilah 'cleansing'. Kebijakan itu menurutnya memposisikan guru seperti benda yang mengganggu kebersihan.

"Padahal mereka manusia. Pihak Dinas Pendidikan Jakarta yang mengirimkan edaran Cleansing Guru Honorer harus bisa menjelaskan apa maksud kebijakan cleansing ini," ujar Iman.

Iman menegaskan pemberhentian secara sepihak di hari pertama tahun ajaran baru tak pantas dalam tata kelola ketenagakerjaan.

"Masa orang dipecat di hari pertama? Kenapa enggak berita tahu sebulan sebelumnya," ucap Iman.

Oleh karena itu, Iman mendesak pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Jakarta agar tak memecat para guru honorer. Mereka disebut tengah menunggu seleksi PPPK 2024. Sehingga kalau dipecat maka mereka kehilangan peluang ikut seleksi PPPK.

"Mereka bertahan di sekolah untuk bisa ikut seleksi PPPK, karena kalau sudah bukan honorer, mereka akan sulit terekrut seleksi PPPK," ujar Iman.

Pos pengaduan dari LBH. Baca di halaman selanjutnya.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta akan membuka pos pengaduan bagi guru honorer yang menjadi korban pemecatan di awal tahun belajar Juli 2024. Pos ini diharapkan menghimpun para guru honorer terdampak.

Pos pengaduan ini merupakan hasil kerjasama LBH Jakarta dengan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) serta Guru Honorer Muda (GHM). Pembukaan pos ini karena munculnya pemecatan yang berlangsung sejak awal Juli 2024 atau di masa Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

"Benar sore ini kami buka posko pengaduan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan kepada Republika, Rabu (17/7/2024).

Fadhil mengendus pemecatan guru honorer itu berhubungan dengan kebijakan 'cleansing' oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jakarta.

"Pemberhentian sepihak tersebut merupakan bagian dari kebijakan cleansing pegawai non ASN di wilayah DKI Jakarta," ujar Fadhil.

LBH Jakarta menemukan indikasi kebijakan ini melanggar hak para guru honorer. Bahkan mereka juga menderita secara psikologis.

"Kami mendapati adanya dugaan pelanggaran hukum dan HAM yang signifikan dari kebijakan ini, yang secara langsung telah merugikan banyak guru honorer," ujar Fadhil.

Pos pengaduan ini juga diharapkan dapat memberikan dukungan hukum dan moral kepada para guru honorer terdampak. Nantinya, data yang terhimpun di pos pengaduan dapat digunakan guna menempuh upaya hukum.

"Korban terdampak pasti jauh lebih luas daripada temuan awal," ujar Fadhil.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler