REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Netty Prasetiyani menyoroti ramainya video dan tagar 'Indonesia Terserah' yang menyindir aktivitas masyarakat yang nekat berkerumun di sejumlah tempat. Menurutnya, kemunculan tagar tersebut karena kebijakan pemerintah terkait PSBB plin-plan.
"Tagar "Indonesia Terserah" ini ada karena pemerintah plin-plan soal PSBB, yang membuat masyarakat sudah berfikir masa bodoh dengan Covid-19, " ujar Netty dalam keterangannya, Selasa (19/5).
Salah satu alasan Netty menganggap plin-plan adalah karena saat PSBB, aturannya semua layanan bandara Soekarno-Hatta ditutup, bus keluar-masuk Jakarta tidak boleh, dan orang bekerja di luar dibatasi. Tapi sekarang justru oleh pemerintah dibolehkan meski ada persyaratan. Akibatnya masyarakat bingung, yang benar yang mana, karena plin-plannya pemerintah soal aturan PSBB.
"Syarat-syarat seperti surat untuk melakukan pekerjaan dan menjenguk keluarga yang sakit keras itu mudah dimanipulasi, ini terbukti dengan mengularnya antrean penumpang di bandara Soekarno Hatta. Lihat aja, orang-orang bisa bersamaan waktu begitu kalau memang untuk keperluan kerja?" ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Lanjut Netty, sikap tidak tegas pemerintah pusat juga mulai diikuti pemerintah daerah. Kota Bekasi misalnya, mulai merancang wilayah zona hijau dimana mesjid dibolehkan menyelenggarakan shalat Ied. Kebijakan ini tentu tidak mampu melarang masyarakat dari zona merah untuk berbondong-bondong mendatangi mesjid di zona hijau. Karena masyarakat memang sudah rindu dengan mesjid.
"Nah, dengan banyaknya warga yang berkerumun, dan pergi ke keluar kota, kita sekarang justru mundur sepuluh langkah ke belakang, alih-alih maju kedepan untuk menangani Covid-19," sesal Netty.
Oleh karena itu, Netty, berharap pemerintah menemukan cara untuk menyelesaikan masalah ini mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Mengingat sudah berapa ribu orang yang lolos mudik akibat aturan yang plin-plan itu. Jika ini tidak segera diatasi maka tidak menutup kemungkinan ada gelombang-gelombang serangan Covid-19 lainnya yang akan kita hadapi.
"Saya makin prihatin jika tagar Indonesia Terserah ini juga menjadi sikap para tenaga kesehatan. Jika mereka tidak lagi mau menangani pasien akibat kecewa karena anjuran diam di rumah tidak mendapat dukungan kebijakan yang kuat, apa yang akan terjadi?" tegasnya.
Padahal, sambung Netty, para tenaga medis sudah berjibaku berada di garis depan dengan mengorbankan diri mereka, tapi pemerintah plin plan, akhirnya masyarakat pun bersikap tidak peduli. Tentu wajar kalau mereka juga menyerah. Menurutnya, jika banyak orang yang sakit, kapasitas fasilitas kesehatan kita tidak akan mampu menampung.
"Jumlah dokter kita tidak lebih dari 200 ribu di mana dokter paru hanya 1.976 orang, jadi satu dokter paru harus melayani 245 ribu orang. Mereka tidak akan mampu melayani," tambahnya.
Selanjutnya, Netty meminta pada masyarakat agar kembali mendisiplinkan diri, tinggal di rumah dan jaga jarak fisik. Ia pun mengerti, masyarakat pasti merasa lelah dan berat dengan segala situasi pembatasan ini. Apalagi jelang hari raya yang biasanya justru menjadi puncak silaturahim.
"Tapi tidak ada cara lain kecuali bersabar guna memastikan mata rantai penyebaran Covid-19 sudah habis terputus. Indonesia harus menang lawan Covid-19, Indonesia jangan terserah," tutup Netty.