Senin 30 Nov 2020 12:32 WIB

Ilmuwan Buat Simulasi Bagaimana Tata Surya Hancur

Menurut ilmuwan, suatu hari Matahari akan menyusut menjadi katai putih.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Pelajar melihat mural tentang tata surya di kawasan Pademangan Timur, Jakarta Utara, Senin (11/11/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pelajar melihat mural tentang tata surya di kawasan Pademangan Timur, Jakarta Utara, Senin (11/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang bertahan selamanya, termasuk Tata Surya yang kita huni. Ilmuwan membuat simulasi bagaimana tata Surya hancur.

Suatu hari, Matahari sebagai pusat Tata Surya akan mati mengeluarkan sebagian besar massanya sebelum intinya menyusut menjadi katai putih.

Baca Juga

Jelang kematiannya, matahari perlahan-lahan mengeluarkan panas hingga tidak lebih dari bongkahan batu yang dingin, gelap, dan mati hingga seribu triliun tahun kemudian. Namun, Tata Surya bagian dalam akan lebih lama menghilang.

Menurut simulasi baru, hanya dibutuhkan 100 miliar tahun bagi planet yang tersisa untuk meluncur melintasi galaksi, meninggalkan Matahari yang sekarat jauh di belakang. Para astronom dan fisikawan telah mencoba untuk memecahkan teka-teki nasib akhir Tata Surya setidaknya selama ratusan tahun.

"Memahami stabilitas dinamis jangka panjang tata surya merupakan salah satu perburuan pengetahuan astrofisika tertua, menelusuri kembali ke Newton yang berspekulasi bahwa interaksi timbal balik antar planet pada akhirnya akan membuat sistem tidak stabil," tulis astronom Jon Zink dari Universitas California, Los Angeles, Konstantin Batygin dari Caltech dan Fred Adams dari University of Michigan dalam makalah baru mereka dilansir dari Sciencealert pada Senin (30/11).

Skema itu jauh lebih rumit dari yang terlihat. Semakin banyak jumlah benda yang terlibat dalam sistem dinamis, yang berinteraksi satu sama lain, semakin rumit sistem itu tumbuh dan semakin sulit untuk diprediksi.

Peristiwa ini disebut masalah N-body. Karena kerumitan ini, tidak mungkin membuat prediksi deterministik atas orbit objek Tata Surya melewati rentang waktu tertentu di luar sekitar lima hingga 10 juta tahun.

Pada tahun 1999, para astronom meramalkan bahwa Tata Surya perlahan-lahan akan runtuh selama setidaknya satu miliar-miliar atau satu triliun tahun. Mereka menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk resonansi orbital dari Jupiter dan Saturnus untuk memisahkan Uranus.

Dalam waktu sekitar 5 miliar tahun, saat mati, Matahari akan membengkak menjadi raksasa merah, menelan Merkurius, Venus, dan Bumi. Kemudian matahari akan mengeluarkan hampir setengah massanya, terlempar ke angkasa oleh angin bintang. Katai putih yang tersisa hanya sekitar 54 persen dari massa matahari saat ini.

Kehilangan massa ini akan melonggarkan cengkeraman gravitasi Matahari di planet-planet yang tersisa, Mars serta gas luar dan raksasa es, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Saat Tata Surya mengorbit pusat galaksi, bintang-bintang lain seharusnya berada cukup dekat untuk mengganggu orbit planet, sekitar sekali setiap 23 juta tahun.

"Dengan waktu yang cukup, beberapa dari flybys ini akan cukup dekat untuk memisahkan - atau menggoyahkan - planet yang tersisa."

Menurut tim Zink, perhitungan ini meninggalkan beberapa pengaruh penting yang dapat mengganggu Tata Surya lebih cepat. Penelitian tersebut telah dipublikasikan di The Astronomical Journal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement