REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan, Asesmen Nasional (AN) berbeda dengan Ujian Nasional (UN). Kepala Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kemendikbud Asrijanty menjelaskan, saat ini masih terjadi perbedaan persepsi di masyarakat terkait AN dan UN.
"Jadi, kalau tidak ada UN bagaimana? Tetap saja untuk pembelajaran untuk asesmen untuk penilaian itu tetap menjadi porsi wewenang sekolah oleh guru. Jadi, kelulusan ditentukan oleh sekolah. Sebenarnya, itu sudah terjadi 2015 ketika UN tidak menentukan kelulusan," kata Asrijanty dalam webinar Asesmen Nasional, Selasa (26/1).
AN akan mulai dilaksanakan tahun ini, yakni pada September dan Oktober 2021. AN dan UN memiliki sistem yang sangat berbeda. Asrijanty menjelaskan, UN hasilnya diberikan dalam bentuk laporan individu peserta. Namun, untuk AN hasilnya adalah laporan satuan pendidikan yang digunakan untuk pemetaan nantinya.
Selain itu, UN dirancang untuk menilai hasil belajar peserta didik pada akhir jenjang. Hal ini berbeda dengan AN yang mengevaluasi kualitas pendidikan secara umum. AN juga hanya dilakukan pada kelas X, XIII, dan XI.
Asrijanty menambahkan, peserta didik yang mengikuti AN tidak seluruh siswa di kelas X, XII, dan XI, tapi hanya sampel. Pada dasarnya AN adalah survei hasil pembelajaran yang dilakukan selama ini.
Baca juga : Nadiem Hanya Respons Intoleran Baru, Bagaimana Daerah Lain?
Komponen penilaian yang paling berbeda dari UN adalah penilaian karakter pada AN. Ia menjelaskan, AN memang merupakan sesuatu yang sulit diukur. Namun, setidaknya, Kemendikbud butuh informasi secara umum kondisi siswa di sekolah.
"Dengan informasi yang komprehensif ini maka kita dapat memberikan umpan balik kepada sekolah, kepada dinas pendidikan, Kemenag, untuk bagaimana dengan kondisi seperti ini? Apa yang perlu kita lakukan," kata dia lagi.