REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Polemik revisi UU Pemilu dan Pilkada & Pemilu serentak 2024 mendapat sorotan dari elemen mahasiswa Cipayung Plus Sumatera Utara yakni PKC, PMII, DPD GMNI, PW KAMMI dan PW HIMMAH Sumatera Utara. Cipayung Plus menolak meniadakan Pilkada 2022 dan 2023.
Menurut kelompok mahasiswa tersebut, ada syarat kepentingan besar menuju Pilpres 2024 apabila Pilkada dan Pemilu di serentakkan saat dikonfirmasi awak media (30/1) di AW Kopi Jalan Sisingamangara No 144 Medan. Ketua PKC PMII Sumut Azlansyah Hasibuan menyampaikan pemerintah jangan egois menyerentakkan Pilkada sekaligus Pemilu di tahun yang sama yakni tahun 2024.
"Kami menilai bahwa Pilkada dan Pemilu serentak di 2024 adalah syarat kepentingan politis untuk Pilpres 2024 nanti. Untuk itu kita minta pemerintah mengevaluasi UU Pilkada dan Pemilu serentak 2024," kata Azlan menjelaskan.
Hal senada juga disampaikan ketua PW KAMMI Sumatera Utara, Akhir Rangkuti. "Berapa trilyunan lagi habis uang Negara untuk biaya Pilkada dan Pemilu apabila di serentakkan di 2024 secara keseluruhan, bisa bangkrut Negara Kita ini. Sudahlah, normal saja pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan saja karena saat ini Negara Kita masih perang menghadapi penyebaran Covid 19 yang mengahabisan anggaran yang fantastis," kata dia menegaskan.
Hal tersebut diamini ketua DPD GMNI Sumut, Paulus Gulo. Menurutnya pilkada dan pemilu serentak 2024 tidak efektif dilaksanakan demi keselamatan rakyat.
"Gak efektif. Ya, karena disitulah pemilihan Bupati/ Walikotanya, Gubernurnya, DPRDnya, DPR/DPD nya dan Presidennya sekaligus. Kami meyakini KPU tidak akan sanggup melaksanakannya. Sementara pemilu serentak 2019 lalu saja banyak petugas yang meninggal menjadi korban. Ini melibatkan nyawa manusia. Dalam hal ini Kami garda terdepan menolak pilkada dan pemilu diserentakkan tahun 2024," ucap dia.
Pendapat serupa disampaikan Ketua PW HIMMAH Sumut, Abdul Razak Nasution. Ia menyampaikan bahwa Pemerintah Pusat jangan keliru melaksanakan Pilkada dan Pemilu serentak di tahun 2024, kesalahan sangat fatal yang dilakukan oleh negara apabila ini terjadi.
"Kami mendorong DPR RI merevisi UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 yang mengagendakan Pilkada serentak tahun 2024. Intinya Pemilu Nasional dan Pemilu daerah harus dipisahkan. karena Negara Kita adalah Negara yang besar dengan jumlah penduduk 271 juta jiwa tidak akan efektif dan banyak tidak baiknya apabila Pilkada dan Pemilu diserentakkan di 2024," kata Razak.