Rabu 29 Dec 2021 07:51 WIB

Melihat dari Dekat Kecerdasan Buatan, Manfaat dan Etikanya

Semakin banyak negara yang menyadari, besarnya potensi AI.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Dwi Murdaningsih
BlueDot Temukan Penyebaran Wabah Corona Mirip SARS (Foto: ilustrasi kecerdasan buatan)
Foto:

Etika dan aturan

Dalam sebuah langkah bersejarah, 193 negara anggota UNESCO, pada akhir November 2021, telah mengadopsi kesepakatan yang akan menentukan prinsip-prinsip pengembangan AI yang tepat. Kepala UNESCO Audrey Azoulay menyampaikan, rekomendasi tentang etika AI ini, adalah kerangka normatif global pertama yang memberi negara tanggung jawab untuk menerapkannya di tingkat pemerintahan.

Menurut Audrey, etika AI akan bertujuan untuk melihat dampak positif AI sambil mengurangi risiko negatif yang menyertainya. Langkah ini juga akan memastikan, transformasi digital dalam mempromosi kan hak asasi manusia dan membantu negara-negara mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Pada 2018, Azoulay telah memperkenalkan ke rangka kerja etis untuk penggunaan kecerdasan buatan. Tiga tahun kemudian, berkat mobilisasi ratusan ahli dari seluruh dunia dan negosiasi internasional yang intens, 193 negara anggota UNESCO kini resmi mengadopsi kerangka kerja etis ini.

Menurut dia, dunia membutuhkan aturan untuk kecerdasan buatan agar bermanfaat bagi umat ma nusia. Sementara itu, cabang eksekutif Uni Eropa Komisi Eropa juga telah menerbitkan proposal untuk peraturan tentang AI. Langkah ini bertujuan menempatkan mekanisme dan pembatasan penggunaan AI, pelang garannya, dan persyaratan peraturan penerapan AI.

 

Proposal untuk peraturan AI tersebut akan mengikuti pendekatan berbasis risiko dengan berbagai kate gori penggunaan sistem AI yang berisiko tinggi dan terbatas. Intervensi regulasi pun diharapkan akan me ningkat seiring potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh algoritma.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement