REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan menyoroti potensi bahaya dari substansi kimia yang ada di wadah makanan dan wajan antilengket. Bahan kimia antiminyak dan antiair itu disebut perfluorinated alkylated substances (PFAS).
PFAS disinyalir berbahaya karena sangat lambat terurai di dalam tubuh. Hal itu dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit hati berlemak nonalkohol, menurut analisis yang diterbitkan dalam Environmental Health Perspectives.
Bahan kimia PFAS sangat sulit untuk dihilangkan setelah diproduksi. Substansi kimia tersebut dikenal karena sifatnya yang tahan air, tahan noda, dan tahan minyak, menjadikan PFAS efektif digunakan dalam berbagai produk rumah tangga, mulai dari perlengkapan untuk melewati hujan hingga tempat makan di restoran untuk dibawa pulang.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa hampir semua orang Amerika terkena beberapa PFAS di udara atau air minum yang terkontaminasi. Bahan kimia tersebut bertahan dalam aliran darah untuk seumur hidup.
Paparan PFAS tingkat tinggi telah dikaitkan dengan risiko kesehatan, termasuk beberapa jenis kanker, fungsi kekebalan yang melemah, dan keterlambatan perkembangan pada anak-anak. Kini, peneliti mencurigai adanya hubungan antara PFAS dan kerusakan lever.
Elizabeth Costello dan timnya dari Keck School of Medicine University of Southern California mengumpulkan lebih dari 100 penelitian. Mereka mengevaluasi paparan PFAS dan kerusakan hati pada populasi manusia atau hewan pengerat.
Hasilnya menunjukkan bahwa paparan tiga PFAS terkenal terhubung ke tingkat enzim yang lebih tinggi yang menunjukkan kerusakan hati. Bahan kimia spesifik tersebut adalah PFOS, PFOA, dan PFNA, jenis PFAS yang paling banyak dipelajari hingga saat ini.
Pengaruh paparan PFAS terhadap lever mirip dengan diet tinggi lemak. Para peneliti juga mencatat bahwa PFAS secara struktural mirip dengan asam lemak, sehingga efek paparan bahan kimia seperti saat mengonsumsi banyak lemak.
Studi pada hewan pengerat yang terpapar PFAS mengungkap bahwa bahan kimia mengikat reseptor untuk asam lemak, menyebabkan penumpukan lemak abnormal di hati. Efek itu terkait indikator penyakit hati berlemak, termasuk peningkatan kolesterol, trigliserida, dan asam urat.