JAKARTA--Mabes Polri akan menyelidiki pelaku pembocoran data Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tentang rekening salah satu jendral polisi berinisial BG. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang, pembocoran data PPATK dikategorikan tindakan melanggar hukum.
"Laporan hasil analisis PPATK itu untuk kepentingan penyidikan oleh karena itu wajib diserahkan pada aparat penegak hukum. Apabila mengedarkan laporan analisis tanpa izin, apalagi yang tidak benar, bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum," ujar Edward kepada sejumlah wartawan di gedung Rupatama Mabes Polri, Kamis (6/5).
Dijelaskan Edward, laporan PPATK hanya berhak diserahkan kepada aparat hukum, seperti, kepolisian, jaksa, dan KPK. Di luar penegak hukum, laporan PPATK tidak boleh disebar, terkecuali ada izin dari aparat berwenang. Oleh karenanya, ia memandang, adanya data yang menyebut jumlah rekening pada salah satu jendral polisi merupakan sebuah pelanggaran. "Kita akan selidiki siapa yang menyebarkan itu," ujarnya.
Polisi, kata Edward, akan menyelidiki pelaku penyebaran, baik secara internal ataupun eksternal, termasuk kemungkinan anggota polisi sendiri yang menyebarkan hal itu. "Kita akan selidiki pelaku apakah dari dalam polisi sendiri atau dari luar" kata Edward.
Walau akan menyelidiki pelaku pembocoran, Edward menegaskan, data yang beredar saat ini tidak valid. Menurutnya, data tersebut telah direkayasa oleh oknum pennyebar. "Materi yang dicantumkan dalam laporan itu tidak benar, tidak sebagaimana adanya," tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, ketua PPATK, Yunus Husein menjelaskan, dirinya bertemu dengan penyidik Mabes Polri untuk membahas adanya laporan PPATK yang beredar di tengah masyarakat. Menurutnya, PPATK tidak pernah membocorkan data Laporan Hasil Analisis (LHA) ke publik. "Kami tidak pernah memberikan data ke LSM atau ke publik. Untuk laporan LHA, khususnya money loundring, kami langsung serahkan ke Kapolri dan Kejaksaan Agung. Tapi kalau terkait penyelenggara Negara, kami serahkan ke KPK," kata Yunus.
Terkait isu adanya rekening mencurigakan yang dimiliki salah satu jendral polisi, Yunus enggan berkomentar. Menurutnya, segala laporan yang dimiliki PPATK tidak berhak diumumkan ke publik, terkuali seizin aparat penegak hukum. "Karena itu bagian dari penyidikan," katanya.
Selain menyinggung bocornya data PPATK, kedatangan Yunus kali ini juga untuk membahas perkembangan laporan hasil analisis PPATK. Sejak tahun 2005, PPATK telah melaporkan sekitar 1000 rekening yang dicurigai. "Umumnya rekening itu dicurigai menampung uang korupsi. Ada juga yang dicurigai melakukan praktik pencucian uang," ujarnya.
Menurutnya, koordinasi antara PPATK dan Polri telah rutin dilakukan. Hubungan keduanya bahkan sangat baik, karena banyak anggota PPATK yang juga merupakan anggota polisi. Nama-nama seperti Susno Duadji dan Kompol Arafat, pernah beberapa tahun bertugas di lembaga pengawas transaksi keuangan itu, sebelum akhirnya kembali bertugas di kepolisian.