REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK--Pemerintah Thailand, Kamis mengatakan pihaknya membuka kembali penyelidikan pembunuhan tanpa diadili 2.500 orang dalam "perang narkoba" selama pemerintah mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.
Keputusan itu dibuat ketika pemerintah Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva mengusahakan ekstradisi Thaksin atas tuduhan-tuduhan terorisme yang menyangkut protes-protes di jalan yang dilakukan kelompok "Baju Merah" yang anti pemerintah.
Menteri Kehakiman Pirapan Salirthavibhaga mengatakan pnyelidikan itu dapat membawa pada penuntutan terhadap mantan perdana menteri itu melalui Pengadilan Kejahatan Internasional, tetapi ia membantah tuduhan itu dan tindakan tersebut bermotif politik.
"Sama sekali tidak ada urusan dengan politik atau berusaha melakukan tindakan balas dendam terhadap seseorang, tapi akan menuntut terhadap siapapun yang bertanggung jawab, baik di dalam negeri maupun di luar Thailand," katanya. Penyelidikan dilakukan pemerintah yang berkuasa setelah Thaksin digulingkan dalam kudeta tahun 2006, tetapi tidak pernah tuntas.
Hasil penemuan awal menunjukkan 1.200 orang tewas dalam insiden-insiden yag berkaitan dengan perdagangan narkoba. Pirapan mengatakan ia akan meminta mantan Jaksa Agung Kampee Kaewcharoen untuk memimpin penyelidikan ulang itu. "Saya mengharapkan penyelidikan itu tidak dilakukan terlalu lama karena komite sebelumnya telah melakukan pemeriksaan," katanya.
Thaksin yang kini tinggal di pengasingan untuk menghindari hukum penjra dua tahun karena korupsi, sebelumnya membela pembunuhan itu u sebagai "penjahat membunuh penjahat". Tetapi kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan paling tidak 2.500 orang tewas akibat pembunuhan di luar hukum tahun 2003 dan 2004 selama perang narkoa.
Abhisit juga memerintahkan penyelidikan atas kematian yang terkait dengan dua bulan protes masa oleh kelompok anti pemerintah Baju Merah yang dimulai pertengahan Maret dan berakhir setelah tindakan keras berdarah oleh militer 19 Mei.
Aksi unjuk rasa Baju Merah yang pro Thaksin itu memicu serangkaian konfrontasi rusuh antara pasukan bersejata dan pengunjuk rasa. Jumlah korban tewas akibat aksi kekerasan itu kini meningkat menjadi 90 orang termasuk dua wartawan asing dan hampir 1,900 orang cedera.