Rabu 09 Aug 2023 21:54 WIB

Partai Thaksin Perluas Aliansi untuk Membentuk Pemerintahan Baru Thailand

Thailand mengalami kebuntuan politik hampir tiga bulan setelah pemilu pada Mei lalu.

FILE - Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra.
Foto: AP/Kin Cheung, File
FILE - Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Partai Pheu Thai Thailand, partai besutan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, pada Rabu (9/8/2023), mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan dukungan dari enam partai lagi dalam usahanya untuk membentuk sebuah pemerintahan baru. Walaupun jumlah ini, masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan, namun harapan pembentukan pemerintahan baru mulai terlihat.

Usai pelaksanaan pemilu Mei lalu, negara ini masih mengalami kebuntuan politik hampir tiga bulan setelah pemilihan umum. Thailand telah berada di bawah pemerintahan caretaker atau pelaksana sementara, selama 142 hari, dan selama itulah negara ini menghadapi ketidakpastian yang berkepanjangan.

Baca Juga

Kondisi tersebut tidak lepas dari tersingkirnya Partai pemenang pemilu, Move Forward, dan ketuanya Pita Limjaroenrat. Ia dan partainya harus tersingkir karena dihalangi untuk membentuk pemerintahan baru Thailand, yang berhaluan reformis oleh para legislator konservatif yang bersekutu dengan militer kerajaan.

Partai Pheu Thai yang berada di posisi kedua hasil pemilu telah mendapatkan keuntungannya. Partai dari seorang politikus handal Thaksin Shinawatra yang digulingkan dari kekuasaan dalam kudeta pada tahun 2006 dan 2014, ikut menarik dukungannya untuk Move Forward minggu lalu. 

Tetapi Pheu Thai juga menghadapi perjuangan berat untuk memenangkan dukungan dari parlemen dan membentuk koalisi pemerintahan. Sebab militer masih memiliki pengaruh yang signifikan di parlemen dan kelompok konservatif.

"Pheu Thai berharap untuk mengurangi faksionalisasi politik dan mendapatkan dukungan dari semua anggota parlemen, partai-partai politik dan para senator," kata pemimpin Pheu Thai, Chonlanan Srikaew, dalam sebuah konferensi pers.

Pengumuman ini muncul setelah Pheu Thai yang populis memenangkan dukungan dari Bhumjaithai yang berada di posisi ketiga, yang telah menolak untuk mendukung Move Forward. Penolakan dukungan ke Move Forward itu, karena rencana kontroversialnya untuk mengubah undang-undang yang melindungi hak khusus bagi kerajaan dari berbagai kritik.

Pheu Thai, yang didirikan oleh keluarga miliarder Shinawatra, mendapat dukungan dari tujuh partai lain. Tetapi tidak jelas apakah partai ini dapat memenangkan suara di majelis tinggi Senat, yang ditunjuk oleh tentara, dan yang memaksa pemerintah terakhir partai ini turun dari jabatannya.

Di bawah konstitusi yang ditulis oleh militer dan dirancang untuk mempertahankan kekuasaan politiknya, anggota kedua majelis memilih untuk menentukan siapa yang membentuk pemerintahan. Tentunya yang terpilih mereka yang membutuhkan dukungan lebih dari separuh anggota parlemen.

Agenda anti-kemapanan Move Forward dan ancamannya terhadap kepentingan konservatif dan uang lama, memastikan tawarannya gagal.

Meskipun Pheu Thai meninggalkan koalisi bersama Move Forward, pemimpin Pheu Thai mengatakan bahwa mereka masih berharap untuk mendapatkan dukungan dari 150 anggota parlemen dalam pemungutan suara perdana menteri yang diperkirakan akan dilakukan akhir bulan ini.

"Kami akan mengadakan diskusi dengan Move Forward," kata wakil pemimpin Pheu Thai, Phumtham Wechayachai. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement