REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai kualitas pemilihan kepala daerah secara umum semakin menurun. Kondisi itu, kata dia, terlihat dari semakin banyaknya persoalan yang muncul.
"Semestinya persoalan yang terjadi dalam pilkada jumlahnya menurun karena ini adalah pilkada keempat yang dilaksanakan. Tetapi kenyatannya tidak," katanya di Jakarta, Senin, dalam diskusi tentang evaluasi pilkada. Menurut Ray, persoalan dalam pilkada selalu sama yakni berkaitan dengan daftar pemilih tetap, surat suara, pencalonan, politik uang, penghitungan suara, dan intimidasi.
Persoalan-persoalan tersebut, lanjutnya, bukannya menurun pada setiap pilkada yang diselenggarakan lima tahun sekali, melainkan terus bertambah. "Padahal ada jeda satu tahun setelah Pemilu 2009 untuk menyiapkan Pilkada 2010. Tetapi justru tidak ada perbedaan signifikan dari sisi kualitas dibandingkan dengan 2005," ujarnya.
Penurunan kualitas pilkada ini, nilai dia, disebabkan beberapa faktor yaitu penyelenggaraan yang bermasalah dan kedewasaan berdemokrasi dari peserta pilkada yang kurang. "Pilkada ini dikelola dengan semangat demokrasi yang minimalis," katanya.
Penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Itu menjadi penyebab utama kualitas pilkada yang buruk.
Ia menuturkan banyak dugaan bahwa KPU tidak lagi independen karena sejumlah kasus dalam tahapan pencalonan seperti yang terjadi di Tolitoli dan Kota Medan. "Sementara, pengawas pemilu tidak bekerja dengan maksimal," ujarnya.
Ia juga meragukan independensi dari pengawas. "Dalam dua bulan, sudah ada 28 kasus pilkada yang diajukan ke MK, itu tinggi sekali. Ini bukan soal siap kalah atau menang, tetapi memang ada yang salah dengan prosesnya," katanya.
Sementara itu, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut memiliki penilaian yang sama dengan Ray. "Hampir semua pilkada menuai masalah dan masalahnya jauh lebih parah dari yang terjadi pada 2005." ujarnya.
Sejak April hingga Juni sebanyak 92 daerah menyelenggarakan pilkada dan sebagian besar di antaranya bermasalah," katanya. Jeirry mencatat dari 92 pilkada yang telah berlangsung, masalah yang berkaitan dengan daftar pemilih tetap sebanyak 13,10 persen, politik uang 8,70 persen, surat suara 7,60 persen, dan lainnya 15 persen.