Jumat 13 Aug 2010 00:09 WIB

Tak Mudah Jadikan Makkah Sebagai Acuan Waktu Dunia

Rep: Abdullah Sammy/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia menunggu adanya konvensi internasional untuk membahas wacana penggantian acuan waktu dunia dari Greenwicht Mean Time (GMT) menjadi patokan waktu Makkah. Peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamluddin, mengatakan Indonesia tetap akan mengikuti standar waktu internasional yang disepakati mayoritas negara di dunia.

Untuk merubah patokan waktu, perlu ada penelitian mendalam mengenai kepentingan dan mekanisme acuan waktu baru. ''Kami sendiri belum membahas hal itu. Saya sendiri belum mendengar rencana perubahan itu,'' ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (12/8).

Menurutnya, harus ada pertimbangan matang sebelum merubah acuan waktu. Karena, dengan perubahan acuan waktu akan berimbas pada sistem penanggalan hari. Mustahil, ungkap Djamluddin, sebuah negara, seperti Indonesia, merubah acuan waktu secara sepihak. ''Lokasi patokan waktu haruslah ideal. Terutama mengenai letak geografis daerah tersebut. Acuan waktu yang ada saat ini terletak di daerah yang minim penduduk dan memungkinkan untuk menjadi standar patokan utama seluruh dunia,'' jelasnya.

Selain konvensi bersama, dia memandang perlu adanya otoritas resmi yang menetapkan acuan waktu. Otoritas tersebut, lanjutnya, akan mengkaji secara objektif kelayakan kota Makkah sebagai acuan waktu utama. Menurutnya, bila pergantian waktu dari GMT ke Makkah terlaksana, maka hal itu akan berpengaruh bagi sitem pembagian waktu di Nusantara. Namun, dia belum dapat menjelaskan secara detail perubahan yang terjadi jika Makkah menjadi acuan waktu dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement