REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komite Pemilih Indonesia (KPI) menilai belum perlu perubahan komposisi kursi di daerah pemilihan (dapil). Menurut Kordinator KPI, Jeirry Sumampow, perubahan dapil setiap kali pemilu justru membuat masyarakat menjadi bingung.
"Kalau saya, sebaiknya kita konsisten dulu dengan yang sekarang ada," kata Jeirry, Kamis (12/08). Jumlah 3 sampai 10 kursi setiap dapil masih ideal dengan kondisi Indonesia saat ini. Pada Pemilu 2004, ukuran dapil adalah tiga sampai 12 kursi untuk DPR. Lalu, berubah menjadi tiga sampai 10 kursi pada Pemilu 2009.
Jeirry menambahkan pengurangan jumlah kursi di setiap dapil akan mempengaruhi fungsi kontrol dari masyarakat. "Masyarakat tidak bisa memberikan reward dan punishment," katanya. Pengurangan itu nantinya akan berimbas pada bertambahnya jumlah dapil di Indonesia yang pada pemilu sebelumnya berjumlah sekitar 77 dapil.
Dengan semakin banyaknya dapil dan berkurangnya jatah kursi, membuat seseorang yang mencalonkan diri bisa berpindah dapil, untuk mencari peluang mendapatkan kursi di tempat lain. Orang tersebut bisa terpilih di dapil yang berbeda. Perpindahan inilah yang menurut Jeirry mengurangi kontrol masyarakat.
Selama lima tahun masyarakat di dapil caleg tersebut memantau pekerajannya. Jika masyarakat menilai yang mereka pilih itu tidak bekerja optimal, maka bisa memutuskan untuk tidak memilih orang itu lagi. Namun, hal itu tidak akan terjadi jika orang tersebut dipilih di dapil yang berbeda dengan masyarakat yang berbeda pula. Meskipun tidak menyarankan untuk merubah komposisi dapil dilakukan pada Pemilu 2014, Jeirry menganggap komposisi dapil ideal di Indonesia adalah satu orang untuk satu dapil.