REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kenaikan nilai ambang batas parlemen (parliamentary treshold) tidak serta merta menjamin perbaikan kualitas parlemen. Parlemen yang dihuni dengan lebih sedikit partai politik belum tentu akan bekerja optimal.
Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar Gumay, mengatakan berdasarkan perkiraan Cetro kenaikan ambang batas parlemen hanya dinikmati oleh enam dari sembilan partai yang kini ada di parlemen. Hitungan yang dilakukan berdasarkan perolehan suara pemilu 2009 itu juga menyatakan kenaikan ambang batas parlemen justru berpotensi menaikkan jumlah suara sah yang hilang.
Enam partai yang kemungkinan masih dapat bertahan adalah Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, dan PPP. Sedangkan, PKB, Gerindra, dan Hanura diperkirakan tidak akan berhasil masuk parlemen. Pada pemilu 2009, keenam partai tersebut memang memperoleh suara di atas lima persen. Atau lebih tepatnya di atas 6,8 persen (PAN di urutan keenam mendapatkan 38 kursi di parlemen dengan suara 6,8 persen). PKB yang di pemilu 2009 mendapatkan lima persen suara diperkirakan tidak berhasil lolos kenaikan ambang batas parlemen. Begitu juga dengan Gerindra yang di pemilu lalu mendapatkan 4,64 persen suara dan Hanura (3,21 persen).
Ketika ditanya berapa nilai ambang batas parlemen yang sesuai bagi pemilu 2014, Hadar mengaku tidak bisa memastikan. "Faktor penentunya banyak sekali,’’ ujarnya Minggu (19/9). namun, Hadar meyakini upaya menaikkan ambang batas parlemen tidak otomatis memperbaiki kualitas parlemen. Terlebih kenaikan ambang batas ini berpotensi mengurangi jumlah suara pemilih yang terwakili di parlemen.
Data Cetro menunjukkan pada pemilu 2009 dengan ambang batas parlemen 2,5 persen, maka suara publik yang dapat terwakili mencapai 81 persen dari 104 juta suara. Cetro memperkirakan kenaikan tersebut, mengacu pada hasil pemilu 2009, berpotensi menghasilkan suara yang terwakili di kisaran 68 persen. Itu artinya berkurang sekitar 13 persen dari pemilu sebelumnya. "Penyederhanaan partai memang penting," imbuh Hadar.
Tetapi jumlah sembilan partai di parlemen belum tentu akan sesederhana seperti pada parlemen dengan lima partai. Hipotesa yang menyatakan partai yang lebih sedikit di parlemen Indonesia terbukti lebih efektif, katanya, belum terbukti. Tanpa menaikkan ambang batas parlemen sekalipun, Hadar mengatakan, belum tentu pemilu 2014 akan menghasilkan lebih dari sembilan partai di parlemen. Mungkin saja, partai yang masuk lebih sedikit, tapi dengan perolehan suara yang lebih besar untuk tiap partai.
Hadar menilai upaya menaikkan ambang batas merupakan akal-akalan partai besar menjaga eksistensinya di parlemen. ‘"Lebih karena keinginan melindungi diri daripada membuka kompetisi partai yang kompeten secara bebas," ucapnya. Seandainya partai besar bersikukuh menaikkan ambang batas parlemen, Hadar berharap UU Pemilu mengakomodir kehilangan keterwakilan parati kecil dengan memasukkan klausul konfederasi partai.
Dalam revisi UU Pemilu, Golkar mengajukan usulan kenaikan ambang batas parlemen hingga lima persen. Golkar memandang kenaikan tersebut penting. Di mata partai berlambang pohon beringin ini, jumlah partai yang ideal maksimal adalah tujuh partai dalam parlemen. Usulan itu didukung oleh Partai Demokrat dan PDIP.
PKS masih memilih UU Pemilu dengan penetapan ambang batas parlemen sebesar 2,5 persen. Usulan PKS itu diharapkan dapat terwujud tidak hanya di tingkat pusat, melainkan juga di daerah. Sementara Gerindra menolak usulan kenaikan lima persen. Gerindra menilai kenaikan akan mematikan kemajemukan berpolitik dalam parlemen.