Kamis 23 Sep 2010 21:15 WIB

Baju dan Furnitur Presiden Pun Dituding Pemborosan

Rep: M Ikhsan Shiddieqy / Red: Endro Yuwanto
Presiden SBY
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setelah melansir temuan besarnya anggaran kepresidenan untuk kunjungan ke luar negeri, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) juga mengeluarkan data besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk keperluan baju presiden dan furnitur untuk rumah jabatannya.

"Selain kunjungan perjalanan luar negeri, presiden juga mempunyai anggaran yang fantastis dan mewah untuk kepentingan pencitraan dirinya, dan juga mempercantik istana yang sedang ditempatinya," ujar Kordinator Investigasi dan Advokasi, Fitra, Uchok Sky Khadafi, dalam rilisnya, Kamis (23/9).

Anggaran untuk pencitraan itu, berdasar data yang diolah dari DIPA 2010 Setneg, kata Uchok, digunakan untuk membeli baju presiden; pengamanan fisik dan non fisik VVIP Presiden; membeli furnitur rumah jabatan, renovasi Gedung Setneg, dan pengadaan road blocker. "Semua tujuan alokasi anggaran ini dinyatakan bukan untuk menghambur-hambur uang negara, tetapi lebih untuk kepentingan pemerintah dan negara," cetusnya.

Uchok mengatakan, alokasi anggaran untuk keperluan Istana Kepresiden sebesar Rp 203,8 miliar, terdiri dari membeli baju presiden Rp 839 juta, furnitur Rp 42 miliar, renovasi Gedung Setneg Rp 60 miliar, road blocker Rp 49 miliar, pengamanan fisik dan nonfisik VVIP Presiden Rp 52 miliar. "Dengan pembelian furnitur ini, ruang rumah jabatan akan mewah dan tentu anggaran pembelian furnitur, dan renovasi Gedung Setneg ini sangat boros, dan tidak sentisif terhadap kehidupan masyarakat miskin," tudingnya.

Ketika presiden akan berangkat ke luar negeri, ujar Uchok, negara juga sudah harus menyediakan pakaian dinas presiden sebesar Rp 893 juta. "Kalau setiap minggu, Presiden bisa membeli pakaian dinas sebesar Rp 18.615.854 (Rp 18 juta) untuk satu pakaian setiap satu minggu sekali atau setiap harus berangkat ke luar negeri," ujar Uchok.

Padahal, kata Uchok, bagi rakyat miskin, untuk membeli pakaian jangankan setiap hari, untuk setiap tahun saja sangat sulit membeli satu pakaian.

Uchok menambahkan, pengadaan road blocker sama seperti renovasi pagar halaman dan pengadaan security system di lingkungan Istana Negara sebesar Rp 22,55 miliar untuk tahun anggaran 2009, yaitu sama-sama mencedarai rasa keadilan rakyat atas anggaran. "Akan lebih baik, tidak mubazir dan adil alokasi anggaran sebesar Rp 49 miliar dialokasikan untuk membuka lapangan kerja baru bagi rakyat miskin karena imbas dari kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik)," katanya.

Dengan alokasi anggaran sebesar Rp 81 miliar untuk pengamanan fisik dan nonfisik VVIP, presiden tidak usah berkeluh resah lagi tentang keamanan. "Presiden SBY seharusnya melakukan rasionalisasi terhadap alokasi anggaran pengamanan terhadap dirinya dan rasionalisasi berarti pemangkasan alokasi anggaran sebesar 50 persen untuk pengamanan dan 50 persen lagi untuk subsidi TDL agar TDL untuk tahun 2011. Presiden bisa membatalkan kenaikan TDL karena imbas kepada rakyat miskin," katanya.

Presiden, kata Uchok, secara terang-terangan telah menghambur-hambur uang negara di depan kemeralatan nasib rakyat dan tidak konsisten dengan penyataan-penyataannya selama ini, di mana presiden selalu mengajak rakyat untuk berhemat. "Kami meminta Komisi II DPR untuk berani melakukan rasionalisasi atau pemangkasan anggaran presiden," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement