REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Adiksi pornografi dinilai sudah menyerang anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD). Namun tidak seperti adiksi narkoba yang memiliki rujukan untuk direhabilitasi, adiksi pornografi tidak memiliki rujukan.
''Belum ada satupun terapis untuk menangani adiksi pornografi,'' tegas psikolog yang juga Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati,Elly Risman di Jakarta. Bahkan di kalangan akademisi pun jenis adiksi atau kecanduan pornografi belum dikenal.
Elly menyebut hal ini sebagai sangat mengkhawatirkan. Karena adiksi jenis baru ini merusak lebih banyak bagian otak dibanding adiksi narkoba.''Seharusnya kita semua mulai memperhatikan adiksi baru ini,'' tutur dia. T
Hal lainnya yang juga mengkhawatirkan belum adanya sosialisasi UU Pornografi No 44 tahun 2008 yang sebelumnya sempat ditolak judicial review nya oleh Mahkamah Konstitusi.''Belum ada sosialisasi UU Pornografi sehingga saat ini orang masih dengan mudahnya menyebar gambar-gambar porno yang juga dilakukan oleh anak-anak,'' tutur dia. Elly mencontohkan kasus video Ariel yang sangat mudah dibagi oleh siapa saja. ''Seandainya mereka tahu UU Pornografi mereka bisa terancam denda hingga Rp 500 juta,'' tutur dia.