REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi, berpendapat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus membenahi kinerja kabinetnya.
"Selama setahun kinerja pemerintahan SBY-Boediono, persepsi masyarakat terus menurun, terutama soal penegakan hukum (kasus Bibit-Chandra, Century, dan rekening gendut perwira polisi)," kata Burhanuddin dalam diskusi publik satu tahun pemerintahan SBY-Boediono di Gallery Cafe, Taman Ismail Marzuki, Senin (18/10).
Menurut dia, Presiden Yudhoyono harus melakukan evaluasi kabinetnya dan Presiden bisa meminta hasil evaluasi kinerja menterinya ke Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Burhanuddin mengatakan, hasil evaluasi itu bisa menjadi penilaian, mana saja menteri yang tidak bisa dipertahankan dan mana yang bisa ditingkatkan kinerjanya.
"Indikator utamanya harus dilihat dari faktor kinerja, bukan dari alasan politik. Tapi, yang saya lihat alasan politik lebih dikedepankan soal adanya rencana 'reshuffle' (perombakan) kabinet dibandingkan alasan kinerja," katanya.
Burhanuddin mencontohkan, sebelumnya UKP4 telah mengumumkan kepada publik ada tiga kementerian yang kinerjanya dan dua lembaga negara yang dianggap mendapat rapor merah, tapi tidak tahu bagaimana parameternya. "Kalau ukurannya apa yang dirasakan oleh publik dan capaian yang diperoleh, saya kira bukan hanya tiga menteri yang layak di-'reshuffle', tapi lebih dari itu kementerian yang kinerjanya kurang memuaskan," kata peneliti senior LSI itu.
Bahkan, secara umum kinerja menteri saat ini relatif di bawah standar dan lebih besar karena akomodasi politik. "Ini yang menyebabkan kinerja kabinet tidak berlangsung secara baik. Oleh karena itu, hitung-hitungan politik tidak diprioritaskan tapi yang menjadi tolok ukur utama adalah faktor kinerja bila Presiden Yudhoyono melakukan 'reshuffle'," katanya.
Menurut dia, tidak hanya menteri dari kalangan parpol yang kinerjanya kurang memuaskan, tetapi juga menteri dari kalangan profesional juga kinerjanya sama. Kementerian yang kinerjanya kurang baik, antara lain, Kementerian Luar Negeri (masalah dengan Malaysia), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (soal perlindungan TKI), Kementerian Perdagangan (tingginya arus impor dari China dan kasus Indomie di Taiwan).
"Yang paling banyak 'PR' (pekerjaan rumah) adalah menteri-menteri dari kalangan parpol, terlebih adanya pernyataan dari Menteri Agama, Suryadharma Ali tentang pembubaran Ahmadiyah. Pernyataan ini 'offside' secara konstitusional," katanya seraya mengatakan Menteri Agama juga harus dievaluasi secara kritis.
Tapi, Burhanuddin mengaku, dirinya merasa kurang yakin Presiden Yudhoyono mau melakukan evaluasi secara objektif karena SBY 'tersandera' dengan partai koalisi yang mendukungnya. "Kalau pun ada 'reshuffle', lebih banyak faktor politis ketimbang keinginan masyarakat," katanya seraya menegaskan kinerja pemerintahan SBY-Boediono menunjukan kegagalan dengan adanya menteri yang kinerjanya kurang baik.