REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Balai Penyelidikan dan Pengembangan Tehnologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta mengingatkan pada seluruh masyarakat di sekitar Gunung Merapi. Menurut BPPTK bahaya Merapi belum sepenuhnya berakhir setelah letusan pada tanggal 26 Oktober 2010.
"Sampai saat ini magma belum keluar dan kubah juga belum terbentuk. Jadi, masih ada ancaman yang cukup serius dari Merapi," Kepala BPPTK, Subandiyo, di Yogyakarta, Rabu (27/10).
Berdasarkan data, letusan Merapi selama ini selalu diikuti dengan pembentukan kubah lava seiring dengan keluarnya magma usai meluncurnya wedhus gembel dari pusat letusan. Namun letusan tahun 2010 ini tidak langsung diikuti dengan budaya yang selama ini ada di gunung teraktif di Indonesia itu meski awan panas (wedhus gembel) sudah keluar sejak kemarin. Karenanya, BPPTK masih mempertahankan status awas untuk gunung tersebut.
Ia menjelaskan sifat letusan Merapi tahun ini sangat berbeda. "Kita akui, ilmu pengetahuan tidak cukup untuk memahami gunung ini," tuturnya.
Menurut dia, sifat luncuran awan panas yang dimuntahkan oleh letusan 2010 juga sangat berbeda dengan letusan letusan sebelumnya, baik tahun 1994, 1997, 1998, hingga letusan tahun 2006. Luncuran awan panas pada letusan tahun 2010 ini, menurut Subandiyo, bersifat direct blast atau menyembur terus dari dalam dengan gerakan mendatar.
Bahkan, kata dia, semburan tersebut berlaku terus menerus dengan tenggang waktu yang sangat lama. Bukan hanya itu saja, letusan kali ini hanya menyeburkan pasir dan debu serta tidak diikuti dengan semburan atau guguran material vulkanik yang besar seperti bongkahan batu.
"Material yang keluar hanya pasir dan abu, bongkahan batu hampir tidak ada," tambahnya. Itu mengindikasikan, bahwa material merapi masih utuh bertahan di puncak. Karena itulah, kata dia, bahaya Merapi memang tersebut belum berakhir.
Hal yang sama dikemukakan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Menurut Kepala PVMBG, Dr Surono, setidaknya ada 7,5 juta meterial gunung Merapi yang belum runtuh.