REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah harus mengambil langkah fundamental dan strategi untuk memastikan agar penganiayaan terhadap tenaga kerja Indonesia dapat diakhiri, kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. "Meski upaya pemerintah untuk mengembalikan Sumiati perlu diapresiasi, namun pemerintah harus mengambil langkah fundamental dan strategis untuk memastikan agar penganiayaan terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) diakhiri," kata Hikmahanto, di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, paling tidak ada tiga langkah fundamental dan strategis, pertama perwakilan Indonesia di luar negeri yang menjadi tujuan para TKI harus benar-benar memantau proses hukum atas tindakan tidak manusiawi para majikan yang melakukan penganiayaan, bahkan berujung pada kematian. Pemantauan sangat penting agar penganiayaan mendapat ganjaran dan menjadi efek pencegah bagi para majikan lain.
Kedua, pemerintah harus secara serius menangani Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang bertindak sebagai agen pengirim TKI. PJTKI, katanya, harus dipastikan tidak mengirim tenaga kerja seadanya karena tenaga kerja demikian berpotensi untuk dianiaya sebagai akibat dari kekesalan majikan.
Ketiga, pemerintah harus mampu menegosiasikan dan menyepakati perjanjian bilateral dengan negara penerima para TKI. Perjanjian bilateral ini mengakomodasi ketentuan-ketentuan dari Konvensi Perlindungan atas Hak-hak Buruh Migran dan Keluarganya.
Konvensi Buruh Migran sendiri tidak akan bermanfaat meski Indonesia berkeinginan meratifikasi mengingat negara penerima TKI tidak meratifikasi. Bila merujuk pada nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani antara Indonesia dan Malaysia maka MoU tersebut masih sangat jauh dalam memberi perlindungan dibandingkan dengan Konvensi Buruh Migran.