REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Investasi yang diperkirakan akan banyak masuk dalam lima tahun ke depan harus mampu ditangkap optimal oleh Indonesia, karenanya kondisi hot money yang cukup besar di tanah air harus diwaspadai.
Obligasi infrastruktur menjadi salah satu langkah untuk menangkap dana hot money. Hal tersebut diutarakan pengamat ekonomi, Aviliani dalam seminar nasional ICMI di Hotel Dharmawangsa, Kamis petang (25/11).
“Arus dana yang keluar masuk dari hot money itu cukup deras bahkan jumlahnya sekarang 10 kali lipat dari sebelumnya tercermin dari IHSG yang normalnya 2700 sekarang 3700, jadi terlalu banyak dana yang diserap di pasar modal yang seharusnya bisa diserap oleh sektor riil,” kata Aviliani.
Ia menuturkan agar dana di pasar modal bisa diserap ke sektor riil, obligasi infrastruktur dan obligasi daerah menjadi salah satu cara untuk dapat menggerakkan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.
“Obligasi infrastruktur dari pemerintah pasti laku, selain itu obligasi daerah juga perlu didorong walau memang jangan semua daerah diperbolehkan tapi wilayah yang menjadi pusat ekonomi baru, maka dengan itu infrastruktur dapat menyerap dana hot money,” ujar Aviliani.
Rasio utang Indonesia yang lebih kecil dari produk domestik bruto, tuturnya, tidak akan membuat Indonesia default ke depannya. Aviliani menambahkan pada tahun depan perekonomian Indonesia pun akan tetap baik, seiring dengan banyak pihak yang berpaling ke negara berkembang untuk melakukan investasi.
Hal itulah, ujarnya, yang perlu ditangkap Indonesia dengan meningkatkan daya saing. Untuk itu di sisi fiskal pun,lanjutnya, hal yang perlu dibenahi dengan memberi tax holiday dan insentif lainnya.
“Misalnya di agroindustri dibebaskan pajak berapa tahun dan di pasar modal dikenakan pajak Tobin (bentuk kontrol modal yang membatasi keluar masuknya dana asing berjangka pendek), nanti seiring waktu yang di pasar modal akan mundur perlahan dan masuk ke sektor riil,” kata Aviliani.