REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Slamet Effendi Yusuf, mengatakan hasil penelitian yang dilakukan Moderate Muslim Society (MMS) tidak boleh dijadikan sebagai tolak ukur untuk menyatakan umat Islam sebagai mayoritas tidak toleran terhadap umat lain.
Sebelumnya, MMS mempublikasikan hasil penelitian yang menyatakan tindak intoleransi di Indonesia pada 2010 meningkat 30 persen menjadi 81 kasus dari 59 kasus pada 2009. Sebanyak 63 kasus atau 80 persen adalah aksi penyerangan, penolakan rumah ibadah, dan intimidasi. Tindakan intoleransi paling banyak terjadi di wilayah Jawa Barat yaitu 49 kasus, disusul kemudian Jawa Timur (6 kasus), DKI 4 kasus, dan Sulsel 4 kasus.
Slamet mengatakan toleransi antarumat beragama di Indonesia selama 2010 tetap terjaga dan masih sangat kondusif. Gesekan-gesekan yang terjadi dianggap wajar sebagai dinamika beragama. "Ada aspek-aspek nonagama yang harus dilihat," kata dia kepada Republika di Jakarta, Selasa (21/12)
Slamet mengatakan, aspek di luar agama yang mengancam toleransi seperti perubahan sosial, perkembangan ekonomi, dan politik. Aspek-aspek tersebut sering dicari pembenarannya dengan dalih agama.
Ia mengatakan penelitian juga harus mengarah pada motif terjadinya kasus-kasus intoleran. Berdasarkan laporan International Crisis Group (ICG), munculnya intoleransi di beberapa wilayah karena aksi-aksi agama lain untuk menjadikan pemeluk agama sebagai sasaran menambah kuantitas pemeluk agama mereka.