REPUBLIKA.CO.ID,Kabinet Zionis terancam bubar dan perang memperebutkan kekuasaan di sana semakin membara. Ancaman Menteri Peperangan Rezim Zionis, Ehud Barak yang juga pimpinan Partai Buruh, salah satu mitra pemerintah, untuk meninggalkan koalisi semakin serius. Barak menuding PM Benyamin Netanyahu telah menjerumuskan Israel ke dalam krisis dan dilema besar.
Saat menjawab desakan mayoritas anggota partai Buruh yang menghendaki keluarnya partai ini kabinet Netanyahu, Ehud Barak mengatakan, "Praktis tak ada pilihan lain kecuali keluar dari koalisi." Mentari Peperangan Zionis ini menambahkan, "Keputusan final akan diambil pada bulan April mendatang."
Kemelut di pemerintahan Netanyahu mencuat setelah media massa memuat bocoran informasi keamanan yang sangat vital dari kantor Perdana Menteri. Menyikapi publikasi informasi itu, PM Netanyahu memerintahkan Badan Keamanan Umum ‘Shabak' untuk menyidik para penasehat senior terkait pembocoran informasi.
Instruksi PM melahirkan gelombang ketidakpercayaan di kantor Perdana Menteri. Akibatnya, sejumlah penasehat PM memilih mundur diri dari jabatan mereka.
Seiring dengan sikap Partai Buruh, Pimpinan Partai Oposisi Kadima, Tzipi Livni telah mengumpulkan 40 tandatangan anggota parlemen Knesset untuk menginterpelasi Netanyahu. Menurut koran Yediot Aharonot, untuk menjatuhkan Netanyahu, Livni telah melakukan pertemuan dengan 40 anggota Knesset pekan lalu.
Dalam gugatan interpelasi itu, PM dituduh gagal dalam menjalankan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial. Keberhasilan Livni memperoleh dukungan 40 anggota Knesset itu bisa dipandang sebagai langlah maju dalam menjatuhkan kabinet.
Pasalnya, partai Kadima yang dipimpin Livni hanya memiliki 28 kursi sementara Partai Likud menduduki posisi kedua dengan 27 kursi. Ini berarti, jika interpelasi itu terlaksana dan koalisi pecah, jatuhnya pemerintahan Netanyahu akan menjadi hal yang pasti. Sebab, partainya yang hanya memiliki 27 kursi tak akan bisa berdiri sendiri tanpa rekanan kubu politik yang lain.
Terpilihnya Netanyahu sebagai Perdana Menteri sebenarnya tak lebih dari kemujuran semata. Sebab, partainya hanya menempati urutan kedua dalam perolehan kursi di Knesset setelah Kadima pimpinan Tzipi Livni. Netanyahu ditunjuk untuk membentuk kabinet setelah Livni gagal menggalang koalisi dengan partai-partai lainnya.
Ketua Partai Likud ini berhasil membentuk koalisi karena sikapnya yang tak segan merangkul Lieberman yang dikenal sangat ektrim dan partainya. Sejak pemerintahannya terbentuk, Benyamin Netanyahu sudah menghadapi berbagai masalah baik politik, militer, ekonomi maupun sosial.
Nasib Perdana Menteri ini nampaknya sudah mendekati akhir dengan kian meruncingnya perebutan kekuasaan. Friksi di Israel juga mengemuka terkait isu Palestina dan cara menangani perlawanan bangsa Palestina. Tapi jangan dilupakan, Israel tetaplah Israel, rezim yang dibangun di atas penderitaan bangsa Palestina dan hidup secara ilegal dengan cara menebar maut dan teror, siapapun yang memimpinnya dan dari partai manapun ia. IRIB.AHF/RM