REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR--Ketua Pengurus Provinsi PSSI Sulawesi Selatan, Kadir Halid, menilai jika keberadaan Liga Primer Indonesia (LPI) hanya cari duit dan bukan sebuah kompetisi sepak bola profesional.
"Saya tidak tahu juara kompetisi itu akan dikemanakan karena tidak diakui federasi sepak bola FIFA. Makanya tujuan digelarnya LPI tak lebih dari kepentingan sejumlah pihak untuk mencari uang," kata Kadir Halid dalam diskusi yang diselenggarakan salah satu stasiun radio swasta di Makassar, Kamis.
Selain itu, adik kandung Ketum PSSI Nurdin Halid itu bahkan bersikap lebih keras dengan mengatakan jika pihak penyelenggara kehabisan dana membiayai kompetisi, maka pihak konsorsium akan menjual kompetisi LPI ke pihak lain.
Kadir juga mengaku kompetisi yang digagas pengusaha Arifin Panigoro tersebut diyakini tidak akan berlangsung lama. Hal itu bahkan sudah terbukti saat Arifin menggelar Liga Medco yang hanya mampu bergulir selama tiga musim.
"Jika memang bertujuan meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia, maka sebaiknya Arifin (Panigoro) sebaiknya bergabung saja dalam struktur PSSI dan bukannya membuat kompetisi ilegal," katanya.
Sementara Manajer Teknik PSM, Mirdan Midding, yang juga hadir sebagai pembicara langsung menanggapi tuduhan yang dilontarkan politisi partai Golkar tersebut. Menurut Mirdan, kehadiran LPI justru membuka lapangan pekerjaan baru bagi para pemain.
Selain itu, gaji yang ditawarkan pihak LPI juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kompetisi Liga Super Indonesia (LSI). "Sekitar 600 pemain akhirnya sangat diuntungkan dengan hadirnya kompetisi LPI. Seluruh pemain juga pada umumnya mendapatkan gaji sekitar Rp 15 juta perbulan. Bukti inilah yang harusnya difikirkan pihak PSSI," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ketua KPID Sulsel, Jayadi Nas yang menilai pihak PSSI sangat otoriter dan tidak adil sebab melarang pemain yang berlaga di LPI membela Tanah Airnya. Padahal dalam undang-undang sendiri dijelaskan setiap warga negara berhak untuk melakukan hal itu.
"Gonzales (Christian) yang bukan berdarah Indonesia saja akhirnya diputukan dinaturalisasi untuk bisa memperkuat Indonesia. Artinya masa anak bangsa sendiri justru malah dilarang untuk membela Tanah Airnya," katanya.