REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - Massa penentang pemerintahan Mesir hingga saat ini masih bertahan di Lapangan Tahrir, Kairo, meski aksi bentrokan dengan massa pendukung Presiden Hosni Mubarak telah menewaskan tiga orang. Ratusan orang juga mengalami luka-luka dalam aksi kekerasan terburuk dalam sembilan hari aksi demonstrasi.
Meski militer mendesak warga untuk pulang, tetapi massa memilih untuk tetap bertahan di lapangan utama kota Kairo. Mereka masih dengan tuntutan yang sama yaitu meminta Presiden Mubarak. Mubarak sendiri dalam pidatonya mengatakan tidak akan mundur sampai pemilihan umum September nanti, atau bertepatan dengan berakhirnya masa pemerintahannya selama lima periode berturut-turut.
PBB memperkirakan 300 orang tewas di penjuru Mesir saat demonstrasi berlangsung selama lebih dari seminggu, dengan fokus utama di Lapangan Tahrir.
Bentrokan berdarah
Bentrokan pecah di lapangan utama kota Kairo antar massa pendukung dan penentang Presiden Mubarak.
Massa demonstran dari kedua kubu terlibat dalam bentrok dengan lemparan batu dan botol. Kedua kubu saling pukul dengan menggunakan tongkat kayu dan tangan kosong.
Ribuan orang pro-Mubarak merangsek ke Lapangan Tahrir. Mereka kemudian membongkar barikade yang didirikan oleh demonstran oposisi. Kawanan pria yang menunggang kuda dan unta menyerbu ke Lapangan Tahrir di pusat Kairo bersama massa pro-Mubarak.
Aksi pembakaran
Bentrokan meluber ke jalan-jalan di sekitar lapangan. Wartawan BBC, Jeremy Bowen, yang berada di Lapangan Tahrir, mengatakan bentrok semakin keras. Dia menyaksikan beberapa orang yang menderita luka parah.
Demonstran anti-Mubarak menuding tentara bergeser dari posisi mereka semula untuk memungkinkan orang-orang pro-pemerintah. Massa demonstran mulai surut setelah bentrokan pecah.
Ketika hari mulai gelap, gambar-gambar televisi memperlihatkan orang melemparkan batu dan bom molotov dari atap bangunan ke arah demonstran di bawahnya. Bentrokan dilaporkan juga pecah di kota kedua Mesir, Iskandariyah.
Parlemen dibubarkan
Dalam perkembangan terpisah, kantor berita resmi Mesir melaporkan parlemen dibekukan sementara hingga hasil pemilihan yang berlangsung menjelang akhir tahun lalu direvisi. Sebagian demonstran penentang Presiden Mubarak menuntut parlemen dibubarkan. Sebab, anggotanya terpilih secara tidak syah.
Televisi pemerintah Mesir juga melaporkan ketua parlemen menghendaki reformasi konstitusional yang dijanjikan oleh Presiden Mubarak dirampungkan dalam waktu kurang dari 2,5 bulan.