REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah harus mengatur tentang pembatasan biaya kampanye, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi.
"Kita mengharapkan RUU tentang Pilkada mengatur pembatasan pengeluaran kampanye. Sehingga calon yang maju lebih mengedepankan program-programnya," katanya di Jakarta, Rabu.
Ia mengharapkan kampanye pilkada dapat berlangsung lebih berkualitas, bukan sekadar dimanfaatkan untuk mengumpulkan massa tanpa mengedepankan program yang ingin disampaikan. Biaya demokrasi yang tinggi telah menjadi keprihatinan banyak pihak. Tidak sedikit calon kepala daerah mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk keperluan kampanye.
Untuk meminimalkan demokrasi berbiaya tinggi ini, Burhanuddin menuturkan salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membatasi biaya kampanye.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan menuturkan, umumnya biaya kampanye dikeluarkan untuk membangun citra dan menghimpun kepercayaan publik secara instan. "Pengeluaran yang paling tinggi di kampanye adalah untuk pencitraan. Ada kebutuhan untuk membangun citra," katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan biaya pemilihan kepala daerah harus didesain murah di antaranya dengan mengatur pelaksanaan kampanye sehingga tidak berbiaya tinggi. Gamawan menuturkan upaya untuk menurunkan biaya kampanye yang selama ini selalu tinggi adalah dengan mengurangi kegiatan pengerahan massa.
"Salah satu yang terpikir adalah mengurangi biaya untuk pengerahan massa. Manfaatkan ruang publik seperti televisi dan radio lokal untuk kampanye," katanya.