REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) Abdul Ghaffar Karim mengatakan masyarakat perlu mewaspadai dan mengawasi politik penjarahan sumber daya alam untuk pembiayaan kampanye pada pemilihan umum yang dilakukan serentak pada 2019.
"Masyarakat perlu mengawasi terutama sumber tambang yang ada di daerah-daerah, lebih-lebih apabila pemilu dilakukan secara serentak," kata Abdul Ghaffar di Yogyakarta, Selasa.
Mengingat biaya politik saat ini masih sangat mahal, katanya, upaya mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan sering ditempuh dengan melibatkan kekuatan ekonomi atau pengusaha.
"Di daerah, sumber daya alam (SDA) berupa gas atau batu bara masih sangat besar. Maka "kongkalikong" antara politisi lokal dan pebisnis kemungkinannya sangat besar," kata dia.
Selanjutnya, kata dia, dengan praktik politik yang dibiayai para pengusaha tambang, maka politik balas budi sulit dielakkan dalam proses pemerintahan khususnya pada konteks penyusunan regulasi yang menguntungkan pebisnis tambang.
Hal itu biasanya diwujudkan dengan munculnya undang-undang, peraturan pemerintah (PP) atau perda yang mempermudah kalangan pengusaha tambang mengeruk keuntungan."Justru ini yang kita harus hati-hati. Korupsi besar-besaran dapat terjadi menjelang pelaksanaan pemilu serentak," kata dia.
Kendati demikian, menurut Ghaffar, pemilu serentak merupakan langkah maju dalam sistem demokrasi di Indonesia, sehingga masyarakat tidak perlu pesimistis untuk mampu mendukung pelaksanaan Pemilu serentak itu. "Kita hanya cukup mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan," kata dia.