REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM - Presiden Muesir terguling, Hosni Mubarak menyatakan kekecewaannya pada Amerika Serikat. Hal itu diungkapkannya dalam pembicaraan telepon dengan koleganya, petinggi Partai Buruh Israel Benjamin Ben-Eliezer.
Dalam pembicaraan telepon yang dilakukan Kamis, atau sehari sebelum mundur, Mubarak mengungkapkan dengan kata-kata pedas. Ia menyebut apa yang dilakukan AS adalah "mencari keuntungan sesaat dengan baju demokrasi di Mesir."
Legislator yang juga mantan menteri kabinet Mesir mengatakan di televisi Jumat bahwa ia melakukan pembicaraan 20 menit pada hari Kamis. Saat menerima telepon itu, ia mengaku sudah membaca "Inilah akhir era Mubarak di Mesir."
"Dia sampai kesulitan mencari kata-kata yang pas untuk menyatakan tentang Amerika Serikat," kata Ben-Eliezer, anggota Partai Buruh yang telah mengadakan pembicaraan dengan Mubarak pada berbagai kesempatan.
"Dia memberiku sebuah pelajaran dalam demokrasi dan berkata, 'Kita melihat demokrasi ala Amerika Serikat menyebar dari Iran dan dengan Hamas di Gaza, dan itulah nasib Timur Tengah'," Ben-Eliezer mengatakan.
Ia menambahkan, Mubarak menyebut demokrasi berdampak pada radikalisme Islam. "Mereka mungkin berbicara tentang demokrasi, tetapi mereka tidak tahu apa yang mereka bicarakan dan hasilnya bagi ekstremisme dan Islam radikal," ia menirukan Mubarak.
Dukungan untuk elemen pro-demokrasi di Iran tidak menyebabkan perubahan rezim di Republik Islam Iran dan Hamas. Hamas yang dianggap AS sebagai organisasi teroris, memenangkan pemilu Palestina 2006. Hamas menguasai Jalur Gaza pada 2007 setelah pemerintah koalisi itu yang didukung Barat pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas runtuh dalam perebutan kekuasaan.
Ben-Eliezer mengatakan Mubarak mencemaskan kerusuhan di Mesir pascapengunduran dirinya. "Dia berpendapat bahwa bola salju dari kerusuhan sipil tidak akan berhenti di Mesir dan tidak akan melewati negara-negara Arab di Timur Tengah dan di Teluk."