REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Usulan penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) serentak kian kencang. Langkah itu dilakukan demi mencapai efisiensi penyelenggaran pemilukada. Anggota Komisi II DPR, Abdul Malik Haramain, mengakui pemilukada membuat anggaran daerah menjadi boros, namun bukan berarti pemilukada dikembalikan pemilihannya ke DPRD.
“Obatnya salah jika dikembalikan ke DPRD karena memotong demokrasi. Cara ini mungkin bisa diatasi dengan jadwal pemilukada kabupaten atau provinsi secara serentak. Kalau berhasil menyesuaikan jadwal pemilukada maka akan efisien dan mengurangi biaya pemilukada,” kata Malik dalam diskusi di Jakarta, Jumat (18/2).
Sementara pemilukada pun dapat diabtasi hanya satu putaran saja. Pasalnya hal yang sering terjadi jika salah satu pasangan calon unggul di putaran pertama, maka hal yang sama juga akan terjadi di putaran dua.Dalam pemilukada pun, lanjutnya, calon yang maju ke pemilukada juga harus dibatasi dengan membatasi yang mencalonkan cukup bagi yang memiliki kursi di legislatif dan calon independen. “Syarat calon kepala daerah juga harus diperberat seperti tersangka tidak boleh mencalonkan diri. Ini untuk mengantisipasi seperti yang pernah terjadi pada Agusrin (terdakwa kasus korupsi yang terpilih sebagai gubernur Bengkulu),” ujar Malik.
Sementara, pengamat politik, Ramlan Surbakti, mengatakan anggaran untuk pemilukada hendaknya dapat dialihkan ke APBN, sehingga tidak akan memotong belanja publik di APBD. “Untuk pemilihan DPRD saja dibiayai APBN jadi kenapa pemilukada dibiayai APBD? Dialihkan ke APBN kan juga supaya tidak memotong belanja publik termasuk pendidikan dan kesehatan,” ujar Ramlan.
Di lain pihak, ia mengusulkan agar pencalonan kepala daerah dibatasi bagi yang tidak memperoleh kursi di DPRD tidak bisa mengajukan calon kepala daerah. “Selain itu saya mengusulkan parpol hanya berhak mencalonkan kepala daerah saja. Setelah calon kepala daerah sudah memenuhi syarat sebagai calon baru dia menunjuk calon wakilnya, jadi wakil ini tidak menjadi bagian dari transaksi politik,” ujar Ramlan.
Pasalnya, menurut pengamatannya, hampir di setiap daerah terjadi pemerintahan daerah yang terbelah karena antara kepala daerah dan wakilnya mengalami konflik dan tidak harmonis. Dengan penunjukan wakil kepala daerah oleh calon kepala daerah, menurutnya akan membuat wakil kepala daerah mengetahui posisinya dan menjalankan pemerintahan beriringan dengan visi misi kepala daerah. Berdasar data Kementerian Dalam Negeri, lebih dari 148 kepala daerah tersandung kasus korupsi dan 17 diantaranya adalah gubernur.