REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/3), menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi APBD Kabupaten Langkat 2006-2007 yang melibatkan Gubernur Sumatra Utara, Syamsul Arifin. Syamsul didakwa melakukan tindak pidana korupsi tersebut dengan ancaman 20 tahun pidana penjara.
Menurut salah seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chatarina Girsang, saat masih menjabat sebagai Bupati Langkat, ia diduga menyalahgunakan wewenang dengan melakukan korupsi APBD Kabupaten Langkat 2000-2007.
“Terdakwa secara sendiri maupun bersama-sama telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi melalui pengeluaran-pengeluaran sebagian dana dari kas daerah Kabupaten Langkat selama periode 2000-2007,” kata Chatarina saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/3).
Dalam pembacaan dakwaan itu, Chatarina menyebutkan Syamsul melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Kepala Pemegang Kas Pemkab Langkat, Buyung Ritonga, Kabag Keuagan, Surya Jahisa , Plt Kabag Keuangan, Aswam Supri. Mereka diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 97,8 miliar.
Dalam surat dakwaan itu, Syamsul disebut telah telah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan kas daerah Kabupaten Langkat selama tahun 2000-2007. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan dialirkan kepada anggota keluarganya seperti Fatimah habibi (istri), Aisia Samira dan Beby Arbiana (anak), Syah Afandin/Ondim dan Lela Wongso atau Ilel (adik), Noor Jigan (keponakan) serta ibunya.
Atas perbuatannya itu, Syamsul didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara dakwaan subsidernya mengacu Pasal 3 UU yang sama. Surat dakwaan disusun oleh tim penuntut umum yang terdiri dari Chatarina Muliana Girsang, Muhibuddin, Afni Carolina dan Risma Asyari.
Sebelum memberikan tanggapan atas tuntutan tersebut, Syamsul melontarkan permintaan maaf kepada Majelis Hakim. Ia meminta maaf karena selama persidangan tidak menggunakan kaos kaki.
“Kalau Majelis Hakim yang mulia tidak berkenan saya mohon maaf, soalnya tadi saya sudah ditegur oleh kuasa hukum saya,” kata Syamsul.
Syamsul menceritakan, sehari-hari ia memang seperti itu. Bahkan, dalam kesehariannya di kantor pun ia juga tidak pernah mengenakan kaos kaki. "Saya ini orang bawah payah pula mengubahnya. Beginilah saya pak, macam mana pula gayanya macam gini," ujarnya.
Syamsul juga menyatakan, ia masih merasa terhormat bisa masuk dalam sebuah persidangan di Pengadilan Tipikor. Karena, saat menyandang status sebagai tersangka dan saat ini terdakwa, jabatannya sebagai Gubernur Sumatra Utara belum dicopot.
Kemudian, Syamsul menanggapi dakwaan JPU tersebut. Ia menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau pembelaan. Hal tersebut dianggapnya hanya akan memperlambat jalannya persidangan.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Tjokorda Rai Suamba kemudian memutuskan, persidangan Syamsul akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Tjokorda memerintahkan tim penuntut umum untuk menghadirkan saksi-saksi pada sidang pekan depan yaitu pada 21 Maret 2011.
KPK telah menetapkan Syamsul sebagai tersangka sejak 20 April 2010 lalu diduga melakukan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat 2000-2007. Ia diduga melanggar pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 8 dan atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti yang diubah UU 20 Tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.