REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah tetap beranggapan bahwa intersepsi komunikasi atau penyadapan yang diatur dalam RUU Intelijen Negara tidak melanggar privasi warga negara, justru mengatur penyadapan agar tidak berlangsung sembarangan. Kewenangan penyadapan sangat penting dimiliki intelijen negara.
"Justru dengan UU ini diatur dengan baik penyadapan bagaimana, tidak boleh penyadapan sembarangan tanpa aturan, justru itu melanggar UU lain. Penyadapan juga harus ada aturan, makanya diatur," kata Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (22/3).
Patrialis mengaku wajar jika ada pro dan kontra terhadap isu itu. Meski demikian, kata Patrialis, pemerintah berpendapat intelijen perlu wewenang menyadap. "Yang namanya badan intelijen kalau tidak punya kewenangan menyadap bagaimana mungkin dia peroleh informasi," katanya.
Patrialis menegaskan, intelijen itu bertugas menggali sejauh mungkin informasi-informasi yang salah satunya didapat melalui penyadapan. "Kalau dia tidak dapat informasi bagaimana dong?" kata Patrialis dengan tawa khasnya.
Dia mengatakan, penyadapan itu bisa dilakukan kepada siapa saja, termasuk pemerintah. "Kalau memang urgent dan itu dibutuhkan (menyadap pemerintah) ya terserah BIN, kita kan tidak bisa mengendalikan, pemerintah ini kan luas, memang ada jaminan penyelenggara negara ini bagus? Kan tidak juga," kata dia.
Menurut Patrialis, aturan penyadapan dalam RUU Intelijen ini sebenarnya maksudnya baik. "Dengan ada transparansi di penyadapan ini maka kekhawatiran kesewenang-wenangan, pelanggaran HAM, bisa diatasi. Buat apa kita kucing-kucingan," kata Patrialis.