MADIUN--Pembangunan fisik Waduk Kedungbrubus di Desa Bulu, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun sudah selesai pembangunannya pada tahun 2008 lalu. Bahkan, pembangunan waduk yang menghabiskan dana Rp 45 miliar dari APBD dan APBN ini sudah diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Namun, pembangunan waduk tersebut terasa masih sia-sia buat petani setempat karena belum bisa beroperasi.
Padahal, petani setempat sangat menunggu-nunggu waduk yang sudah diresmikan tersebut sudah bisa dipergunakan untuk sistem pengairan lahan sawahnya. "Tapi, kok sampai sekarang waduk itu belum beroperasi. warga sudah berharap waduk itu bisa cepat beroperasi," kata para petani di Kecamatan Pilangkenceng.
Bupati Madiun, Muhtarom didampingi Kahumasnya, Mardi'i tidak menampik jika Waduk Kedungbrubus kini belum beroperasi meski sudah selesai pembangunannya dan sudah diresmikan oleh Menteri PU Djoko Kirmanto. Hal itu lantaran komponen lainnya belum selesai pembangunannya, yakni pembangunan saluran sekunder dan primernya.
"Jika pembangunan saluran sekunder dan primersudah selesai, waduk Kedungbrubus nantinya juga akan beroperasi,'' kata Mardi'i kepada Republika yang dihubungi melelui telepon selulernya, Jumat (9/4).
Untuk pembangunan saluran sekunder kini sudah dalam taraf pembangunan. Jika tak ada aral melintang pembangunan saluran sekunder ini selesai pada akhir tahun 2010. Sedangkan saluran tersier yang menuju ke areal sawah-sawah petani pembangunannya bakal digarap tahun 2011 dan selesai pengerjaannya akhir tahun itu juga. Pembangunan saluran irigasi sekunder dan tersier ini diprediksi membutuhkan biaya Rp 17 miliar lebih.
Sementara itu, jelas Mardi'i, Pemkab Madiun kini masih bingung mencari dana tersebut. Hal itu karena sesuai ketentuan UU No.7 tentang Sumber Daya Air (SDA), urusan pembangunan saluran tersier, bukan lagi kewenangan pusat.
Praktis, Pemkab harus memutar otak mencari terobosan anggaran guna saluran tersier tersebut. Sebab hitungan kasar Dinas Pengairan, anggaran dibutuhkan diperkirakan sekitar Rp 15-17 miliar. “Memang pembangunan saluran irigasi tersier untuk mengairi areal sawah warga, menjadi beban daerah, dan akan dibahas setelah saluran sekunder selesai,” jelas Mardi'i.
Melihat anggaran untuk saluran tersier cukup besar, imbuhnya, dimungkinkan Pemda Kab Madiun nanti akan tetap berupaya mencari terobosan ke pemerintah pusat dan provinsi. “Yang jelas, kita berupaya bagaimana nanti bisa sharing dana dengan pusat maupun provinsi,” ujarnya.
Menyinggung soal ganti rugi bagi warga yang lahan sawahnya tergerus akibat pembangunan saluran tersier, Mardi’i mengaku jika hal tersebut akan dilakukan pengkajian lebih lanjut. “Bisa saja, warga dengan sukarela melepaskan lahannya, karena untuk kepentingan irigasi warga sendiri. Tapi ini kan masih lama dan perlu dilakukan pembicaraan lebih lanjut,” kilah Mardi'i.
Sementara itu, menurut sumber Republika, proyek saluran irigasi bersumber dari APBN sebesar Rp 16,1 miliar lebih itu dimenangkan rekanan dari Semarang. Untuk proyek saluran induk (primer) senilai Rp 8,2 miliar dimenangkan PT Rudijaya dan saluran sekunder Rp 7,9 miliar PT Abdi Mulya Berkah. ''Namun sayang, pembangunan irigasi di atas lahan seluas 28,384 hektare tersebut baru berjalan sekitar 50 persen,'' katanya yang enggan disebut namanya.
Akibatnya, lanjut dia, Waduk Kedungbrubus menggunakan lahan Perhutani total 156 hektare belum berfungsi. Padahal, tujuan dibangun Waduk hingga menggusur ratusan warga tak berdosa di Dusun Kedungbrubus Desa Bulu Pilangkenceng tersebut, diantaranya selain pencegahan banjir, juga percetakan sawah baru sekitar 500 hektare dan suplai bagi waduk Notopuro.