Selasa 02 Nov 2010 01:35 WIB

Kebutuhan Krisis Center Korban Trafficking di Perbatasan Mendesak

Rep: Prima Restri/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Hingga saat ini dari pantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) krisis center di perbatasan belum ditemukan. Khususnya di daerah pintu-pintu trafficking seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

''Implementasi Undang-undang No 21 tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk Pemberantasan Trafficking sangat menyedihkan,'' tutur Ketua KPAI, Hadi Supeno kepada Republika, Senin (1/11). Ia memaparkan, belum ada krisis center didirikan di daerah pintu trafficking, seperti Entikong.

Yang ada saat ini korban trafficking justru ditangani oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Bahkan Hadi mengatakan, cukup memprihatinkan ketika pemerintah Malaysia menemukan korban trafficking khususnya anak langsung menyerahkan ke LSM dan bukan pemerintah.

Gugus tugas trafficking yang dibentuk oleh pemerintah, kata Hadi, tidak ada implementasinya di lapangan. ''Hanya berhenti di regulasi tapi tidak sampai ke implementasi,'' tutur dia. Tidak hanya krisis center, panti sosial untuk menangani trauma healing juga tidak ada.

Untuk itu, KPAI meminta kepada pemerintah memberikan langkah konkret.''Tidak hanya low enforcement,  tapi juga harus mempertimbangkan trauma healing dan juga reintegrasi,'' tutur dia.

Dari salah satu LSM di Entikong, LAM Anak Bangsa, KPAI mendapatkan data hingga Oktober 2010 sudah menangani 200 korban trafficking yang 90 persen lebih adalah anak-anak. KPAI juga masih terus menerima laporan trafficking.

Hadi juga mengingatkan bahwa peta trafficking saat ini sudah berubah. Pemasok korban trafficking tidak hanya berasal dari Pulau Jawa atau bagian timur Indonesia. Saat ini Entikong tidak hanya menjadi tempat transit tapi juga menjadi pemasok korban trafficking.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement