Rabu 03 Nov 2010 03:05 WIB

Jaringan "Mata-Mata" Keamanan Pangan Lampung Terbentuk

Makanan Impor (Ilustrasi)
Makanan Impor (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG--- Pemerintah Provinsi Lampung segera membentuk jaringan intelijen pangan sebagai bagian dari sistem keamanan pangan terpadu, untuk menjaga mutu makanan daerah itu agar layak dikonsumsi. "Begitu juklak dan juknis yang diperlukan tersedia, akan segera kita bentuk, mungkin wadahnya nanti dalam bentuk forum terpadu," kata Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Lampung, Hanan A Razak, di Bandarlampung, Selasa.

Menurut dia, ada beberapa instansi yang akan dilibatkan dalam jaringan intelijen pangan tersebut, di antaranya adalah Balai Besar POM Kota Bandarlampung, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Dia menjelaskan, instansi yang tergabung dalam jaringan itu nantinya akan melakukan pengawasan total terhadap pangan yang berasal dari Lampung secara intens dan bersama-sama.

Sementara itu, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Endang Kusnadi, mengungkapkan saat ini hampir semua pembentukan kerangka sistem pengamanan pangan terpadu sudah dilakukan di seluruh daerah di Indonesia. "Rata-rata masing-masing daerah punya satu dari tiga jejaring tersebut, bahkan ada yang memiliki ketiganya seperti di Mataram, Padang, dan Semarang," katanya.

Endang menjelaskan, tiga jaringan dalam sistem keamanan pangan terpadu tersebut adalah jaringan intelijen pangan, jaringan pengawasan pangan, dan jaringan keamanan pangan.

"Pembentukan sistem keamanan pangan terpadu tersebut sangat mendesak, karena angka keracunan pangan di Indonesia masih tinggi," tambahnya.

Berdasarkan data yang dimiliki Badan POM, jumlah kasus keracunan pangan hingga Oktober 2010 berjumlah 115 kasus, dengan korban sebanyak 3.813 orang, dan 60 di antaranya meninggal dunia.

Keracunan pangan terbesar rata-rata berasal dari pangan rumah tangga yaitu sebanyak 43,48 persen dari jumlah keseluruhan kasus, sedangkan 21,74 persen lainnya berasal dari pangan olahan. "Kebanyakan lokasi keracunan terjadi di rumah, dan sekolah, dengan besaran kasus yang mencapai 77,3 persen," kata dia.

Sebagian besar, pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat tersebut mengandung formalin, boraks, yang keduanya digunakan sebagai bahan pengawet, dan pewarna yang bukan diperuntukan untuk makanan.

Dia menjelaskan, sistem keamanan pangan terpadu itu akan meliputi perlindungan pangan mulai tahap produksi hingga distribusi, dan pembebanan dilakukan terhadap semua rantai pangan, mulai dari produsen, pemerintah, hingga konsumen.

sumber : Ant
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement