REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN--Sejumlah pengungsi di titik-titik posko pengungsian di Klaten mulai mengalami depresi ringan. Sementara fasilitas kesehatan untuk menanggulangi gejala depresi dan trauma bagi pengungsi belum tersedia di posko pengungsian.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, Ronny Roekminto mengatakan pihaknya telah memantau keadaan pengungsi di sejumlah titik lokasi pengungsian. Sejumlah pengungsi telah menunjukkan gejala
depresi ringan seperti tatapan mata yang sering kosong, banyak melamun, susah tidur, dan tidur gelisah.
"Sudah ada yang terlihat menunjukkan gejala depresi ringan, tapi belum banyak," ujarnya di posko pengungsian Pemkab Klaten, Sabtu (6/11).
Meski belum banyak yang mengalami, Ronny mengakui hal itu perlu segera ditangani. Hal ini mengingat berapa lama mengungsi belum dapat ditentukan. "Kita tetap berusaha untuk mengurangi trauma pengungsi dengan trauma healing di pengungsian," ujarnya.
Berdasarkan pantuannya, gejala depresi tersebut mulai terlihat pada orang dewasa dan lansia. Sementara gejala tersebut belum terlihat pada anak-anak. "Anak-anak sudah banyak ditangani LSM untuk menanggulangi trauma, yang dewasa dan lansia belum ada yang tertangani," ujarnya.
Menurutnya, gejala depresi tersebut muncul karena pengungsi mengalami tekanan yang terus menerus. Pengungsi, ujarnya, harus mengalami perpindahan lokasi pengungsian karena letusan Gunung Merapi terus membesar. "Itu masih ditambah dengan pengungsi yang harus kehilangan harta benda," ujarnya.
Meski pengungsi telah menunjukkan gejala depresi, ternyata posko kesehatan di lokasi pengungsian belum memiliki fasilitas penanganan trauma. Untuk itu, pihaknya mulai menghubungi sejumlah rumah sakit jiwa untuk menyediakan layanan kesehatan psikologis pengungsi. "Rehabilitasi psikologis dan sosial pengungsi sudah mulai dibutuhkan," ujarnya.