REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR--Bali membangun rumah sakit ketergantungan obat yang berada dalam satu kawasan dengan rumah sakit jiwa (RSJ) Bangli. Hal ini mengingat mereka yang memerlukan perawatan jumlahnya semakin meningkat.
"Pembangunan gedung permanen dengan fasilitas memadai untuk kedua rumah sakit yang saling keterkaitan itu diharapkan bisa terealisasi dalam dua tahun ke depan," kata Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli dr Made Sugiharta Jasa, Sp KJ, Jumat (12/11).
Sugiharta mengatakan, kedua pelayanan yang selama ini bergabung dengan RSJ Bangli, nantinya akan dipisah, dengan harapan masing-masing mampu memberikan pelayanan yang maksimal, baik untuk pasien ketergantungan obat, maupun pasien yang mengalami gangguan jiwa.
Untuk itu, pembangunan gedung sudah dirancang sedemikian rupa di atas lahan yang cukup memadai dan membutuhkan dana sekitar Rp 120 miliar.
Sugiharta menjelaskan, Pemerintah Provinsi Bali dalam tahun 2011 akan mengalokasikan dana sebesar Rp 15 miliar untuk memulai pembangunan kedua rumah sakit itu yang diharapkan rampung dalam lima tahun ke depan.
Pembangunan tahap pertama memperluas gedung pelayanan RSJ Bangli, yakni membangun 380 tempat tidur untuk pelayanan kelas III. ''Pembangunan dan penyempurnaan tersebut diharapkan bisa dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya, termasuk kemungkinan untuk mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat,'' jelas Sugiharta.
Sugiharta menilai, Bali sebagai daerah tujuan wisata, selain berdampak positif bagi pembangunan dan kehidupan masyarakat setempat, juga menimbulkan dampak sosial yang negatif.
Hal itu antara lain menyalahgunaan narkoba dan obat-obat terlarang lainnya, sehingga dampak sosial itu perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Oleh sebab itu, kata Sugiharta, melalui upaya memisahkan pengelolaan antara RSJ dan RS ketergantungan obat mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada mereka yang membutuhkan. ''Ini sekaligus mengatasi dampak sosial bagi pariwisata yang mengalami perkembangan pesat,'' tegas Sugiharta.