REPUBLIKA.CO.ID, AMBON--Sejarawan asal Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Des Alwi Abubakar, yang meninggal dunia dalam usia ke 83 di Jakarta, Jumat dini hari sekitar pukul 05.00 WIB, belum sempat mewujudkan keinginannya menjadikan Banda sebagai Kawasan Otorita. "Harapan saya tahun depan Banda jadi otoritas budaya. Seperti Batam tapi ini di bidang kebudayaan, bukan perdagangan," kata Des Alwi dalam satu wawancara dengan Antara pada awal Februari 2010.
Ia mengatakan, Banda harus dijaga agar tidak hancur akibat banyak pihak yang campur tangan mengelola daerah kaya rempah-rempah yang menyimpan banyak peninggalan budaya dan sejarah tersebut.
"Ini membutuhkan formula daerah otonomi khusus bidang budaya," kata Des Alwi.
Cita-cita menjadikan Banda sebagai kawasan Otorita Budaya, juga pernah diungkapkannya saat berlangsung teleconference peresmian infrastruktur PT XL Axiata di Hotel Maulana, Banda Naira. Keinginan Om Des, yang juga anak angkat Muhamad Hatta, untuk mengubah wajah Banda sebagai kawasan Otorita tidak terlepas dari sejarah pulau gunung api tersebut sebagai tempat pengasingan sejumlah tokoh Nasional, di antaranya mantan Wakil Presiden Muhamad Hatta dan mantan Perdana Menteri Sutan Syahrir.
Jenasah Des Alwi saat ini disemayamkan di rumah duka, Jalan Biduri Blok N 1/7, Permata Hijau. Sejarawan ini, yang oleh masyarakat Maluku akrab disapa Om Des, lahir di Banda Naira, 17 November 1927.
Selain dikenal sebagai sejarawan, tokoh yang juga disebut-sebut "Raja Banda" ini menaruh perhatian besar pada pelestarian Pala Banda. Ia juga pernah menjabat Direktur Utama PT Pala Banda Permai. selain pernah menjabat Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, ia juga dikenal sebagai mantan diplomat Indonesia di Hong Kong, Filipina, dan Swiss, Des Alwi menerima penghargaan Bintang Pejuang 45, Bintang Pejuang 50, dan Bintang Mahaputra Pratama 2000.