REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG--Penat terus-terusan berada dalam pengungsian, membuat hampir puluhan kepala keluarga merasa bosan. Karena itu, para pengungsi tersebut mendapat kesempatan untuk bertamasya ke Taman Kyai Langgeng. Hal itu yang dilakukan tatusan pengungsi Gunung Merapi yang menempati penampungan di SMK Pius X Kota Magelang, Jawa Tengah.
"Kami telah berkoordinasi dengan pengelola Kyai Langgeng untuk memberi kesempatan seluruh pengungsi di sini berwisata di tempat itu supaya tidak jenuh," kata Kepala SMK Pius X Kota Magelang Suster Lidwina CB, di Magelang, Jumat (12/11).
Menurut Lidwina, banyak pengungsi ingin segera pulang tetapi kondisi Merapi belum memungkinkan. Lima ruangan kelas sekolah itu digunakan untuk menampung sebanyak 242 pengungsi, terutama yang berasal dari berbagai desa terakhir dari puncak gunung berapi yang sedang meletus itu, yaitu di Kecamatan Dukun, Sawangan, dan Srumbung, Kabupaten Magelang.
Para pengungsi, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak setelah sarapan langsung diangkut dengan sejumlah mobil menuju Taman Kyai Langgeng di tepian Kali Progo, perbatasan antara Kota dan Kabupaten Magelang. Taman Kyai Langgeng sebagai objek wisata unggulan yang dikelola Pemerintah Kota Magelang memiliki berbagai fasilitas bermain, khususnya untuk anak-anak.
Mereka terlihat memanfaatkan berbagai fasilitas wisata di tempat itu. "Selagi mereka berwisata, kami para guru, siswa, karyawan, dan relawan membersihkan ruang-ruang kelas yang digunakan untuk menampung pengungsi. Seluruh karpet kami bersihkan dari debu, supaya ketika mereka kembali ke sini, tempatnya sudah bersih, dan mereka nyaman," kata Lidwina.
Para pengungsi menempati penampungan di sekolah itu sejak 4 November, saat terjadi letusan besar Gunung Merapi. "Saya memang belum mengizinkan mereka pulang karena situasi masih berbahaya. Untuk menghilangkan stres, kami ajak mereka berwisata," katanya.
Pihaknya juga melakukan program senam untuk pengungsi yang dipimpin oleh para guru setiap sore, dua hari sekali. Sedangkan anak-anak pengungsi baik SD, SLTP, maupun SLTA diarahkan untuk tetap mengikuti pelajaran dengan cara dititipkan di sejumlah sekolah di kota itu.
Jumlah anak-anak pengungsi di penampungan itu sebanyak 91 orang, sebanyak 53 di antaranya adalah siswa sekolah kejuruan yang sekaligus menjadi relawan untuk membantu para pengungsi lainnya. Sejumlah kelompok relawan antara lain berasal dari Universitas Muhammadiyah Magelang dan Gereja Kristen Jawa Kota Magelang juga menggelar hiburan musik untuk pengungsi di tempat tersebut.
Para pengungsi mendapat layanan makanan yang layak setiap hari secara prasmanan. "Persediaan logistik untuk pengungsi di tempat kami masih cukup untuk empat hari ke depan," Lidwina.
Gimono, pengungsi dari Dusun Braman, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, sekitar 6,5 kilometer barat puncak Merapi, mengaku betah bersama istri dan dua anaknya menempati penampungan di sekolah itu. "Kebutuhan logistik kami setiap hari di sini tercukupi, tetapi yang penting juga, mereka melayani kebutuhan pengungsi di sini secara ramah dan tulus," katanya.