REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Psikolog Universitas Diponegoro Semarang, Hastaning Sakti, menilai siswa yang menjadi korban lahar dingin Merapi perlu mendapatkan perlakuan khusus dalam menjalani kegiatan belajar. "Banyak sekolah yang sudah tak bisa digunakan akibat diterjang lahar dingin Merapi, ini tentunya menjadikan siswa tak bisa menjalankan kegiatan belajar-mengajar secara normal," katanya di Semarang, Selasa.
Terlebih lagi, kata dia, para siswa semester akhir harus mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional (UN) sehingga perlu perhatian banyak pihak untuk menjamin keberlangsungan proses belajar bagi mereka.
Menurut dia, para siswa yang sekolahnya sudah tidak bisa digunakan harus segera diarahkan untuk bersekolah di sekolah terdekat yang aman, namun pelaksanaannya tidak bisa langsung dilepaskan begitu saja.
Ia mengatakan para siswa yang menjadi korban lahar dingin Merapi sudah kehilangan banyak peralatan sekolahnya, mulai seragam, buku, sepatu, dan tas, membuat mereka tak bisa belajar seperti siswa lain. "Ini harus menjadi pemahaman seluruh pihak, termasuk pihak sekolah yang menjadi rujukan dan siswa di sekolah itu, dengan tidak memperlakukan para siswa korban Merapi seperti siswa yang lain," katanya.
Kalau memang jarak sekolah pengganti cukup jauh, lanjut dia, setidaknya perlu dipikirkan sarana transportasi bagi siswa yang bersangkutan sehingga memudahkan akses mereka berangkat-pulang sekolah.
"Jangan lantas dibiarkan saja setelah sekolah pengganti sementara sudah ditetapkan, namun berbagai fasilitas khusus, seperti angkutan antar-jemput perlu dipikirkan pula," katanya.
Terkait pemberian materi pelajaran, kata dia, perlu juga disesuaikan dengan kondisi siswa yang menjadi korban lahar dingin Merapi itu, tidak bisa disamakan dengan siswa-siswa lainnya.
Ia menilai, perlakuan khusus untuk siswa yang menjadi korban banjir lahar dingin Merapi itu merupakan salah satu upaya membantu memulihkan kondisi psikologis agar mereka tak terlalu tertekan. Selain itu, kata dia, pendampingan secara psikologis bagi para siswa itu perlu terus dilakukan, mengingat bencana banjir lahar dingin Merapi memang menimbulkan efek traumatis yang sangat mendalam.
"Kami sudah membentuk tim bersama kalangan swasta dan lembaga pendidikan untuk membantu pemulihan kondisi anak-anak yang menjadi korban Merapi, dan langkah ini dilakukan secara berkelanjutan," kata Hastaning.