REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam rekaman yang menggambarkan tentang bentrokan di Kampung Pasir Peutuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, Ahad (6/2) lalu, terlihat para warga yang menyerang kelompok Ahmadiyah menggunakan pita biru. Menurut Tim Pengacara Muslim (TPM), pita biru itu telah dibagikan orang yang tidak dikenal kepada warga sebelum bentrokan terjadi.
Ketua Dewan Pembina TPM Pusat, Mahendradatta, mengungkapkan pembagian pita biru itu sudah direncanakan sebelum bentrokan terjadi. Tujuannya yaitu untuk menandakan para penyerang kelompok Ahmadiyah. "Ada beberapa orang yang membagikan pita biru itu kepada warga dan tidak dikenal. Karena warga di sana saling mengenal satu sama lain,” kata Mahendradatta yang dihubungi Republika melalui saluran telepon, Ahad (13/2) siang.
Pembagian pita biru ini juga mengungkap peran perekam bentrokan Cikeusik yang dikenal dengan nama Arif. Pasalnya dalam rekaman tersebut sangat jelas menggambarkan hingga terjadinya tiga orang Ahmadiyah yang tewas dianiaya.
Pita biru tersebut, lanjut Mahendradatta, dibagikan karena sang perekam gambar membutuhkan perbedaan antara penyerang dan korban. Dengan begitu, ia menyimpulkan pengambilan gambar yang dilakukan Arif itu dilakukan secara terencana dan disengaja. Hal yang menambah keyakinannya yakni Arif merekam dengan menggunakan handicam bukan dengan kamera handphone.
Selain itu, ia juga menduga perekam juga menggunakan pita biru di pakaiannya. Hal itu terbukti, ia tidak diserang dan diusik warga saat tengah mengambil gambar. Dalam rekaman, juga terdapat adegan dimana salah seorang pemimpin warga yang menyerang kelompok Ahmadiyah, memberikan sikap hormat dengan menangkupkan kedua tangannya kepada perekam.
"Jelas-jelas tidak ada kondisi dimana perekam dalam keadaan ketakutan. Hasilnya terlihat gambar yang tenang dengan angle yang tendensius," ujarnya.
Ia menjelaskan, angle yang tendensius dalam rekaman Arif tersebut dapat dilihat dari sudut pengambilannya yang hanya dari warga Cikeusik. Menurutnya, hal ini pun sudah direncanakan agar publik melihat warga Cikeusik yang melakukan penyerangan.
Padahal kedatangan warga Cikeusik ke rumah yang didalamnya terdapat kelompok Ahmadiyah seperti yang terlihat dalam awal rekaman, disebabkan karena terjadinya penganiayaan salah seorang warga, Suparta, yang dilakukan kelompok Ahmadiyah dengan clurit. Kini Suparta terluka dengan 40 jahitan dan terkena hingga tulang di lengan kiri. Suparta merupakan kakak dari UJ yang menjadi tersangka dalam insiden bentrokan di Cikeusik itu.
Kelompok Ahmadiyah pun datang ke rumah Ismail Suparman, pimpinan Ahmadiyah di Cikeusik, dengan membawa senjata tajam lengkap dengan senjata api rakitan. Hal ini lah yang menyulut kemarahan warga hingga terjadi bentrokan seperti dalam rekaman Arif. Namun tindakan penganiayaan itu sengaja tidak direkamnya.
“Kejadian itu hilang dan seolah-olah dalam rekaman, warga langsung melakukan kekerasan kepada kelompok Ahmadiyah," pungkas pria yang pernah menjadi pengacara Abu Bakar Ba’asyir ini.
Fakta-fakta tersebut sangat berbeda dengan pernyataan pembela kelompok Ahmadiyah selama ini. Ia pun menegaskan jika yang melakukan penyerangan kepada kelompok Ahmadiyah juga seluruhnya merupakan warga Cikeusik, bukan didatangkan dari luar seperti yang dinyatakan pihak kelompok Ahmadiyah.
Selain itu, jumlah orang Ahmadiyah yang digerakkan dari Jakarta juga bukan 17 orang, akan tetapi 25 orang
termasuk Arif yang melakukan perekaman terhadap bentrokan tersebut. Mengenai Arif, pihaknya juga telah
mengkonfirmasinya jika Arif memang anggota Ahmadiyah.
Arif sendiri kini dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Mabes Polri dengan dalih terancam nyawanya. Berdasarkan laporan tim intelijen Polri, Arif menjadi target berbagai kelompok meski belum ada ancaman secara langsung yang diterima Arif.
"Keberadaan orang-orang misterius, seperti Arif, selalu ada dalam setiap insiden dengan Ahmadiyah. Tapi
sayangnya tidak ada tindak lanjutnya," ucapnya. Ia menyontohkan dalam insiden Monas, terdapat seorang pria misterius yang menggunakan senjata api namun tidak ditindaklanjuti.