Kamis 09 Sep 2021 23:35 WIB

Pengembangan Olahan Produk Jamur Sangat Mudah Dibuat

Selama pandemi, permintaan jamur tiram segar menurun hingga 43,7 persen.

Red: Bilal Ramadhan
Petani memanen jamur tiram hasil budidaya
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Petani memanen jamur tiram hasil budidaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budidaya jamur tiram telah diperkenalkan oleh Dr. Retno Lestari, M.Si. melalui program Mikoponik sejak tahun 2019 lalu di Desa Bojong Koneng, Sentul, Jawa Barat.

Rangkaian program tersebut tidak hanya mengajarkan dan mengajak masyarakat untuk turut aktif melakukan budidaya jamur, namun pada tahun ini berfokus pada hilirisasi pengembangan berbagai produk olahan jamur.

Salah satu produk olahan jamur yang dikembangkan adalah keripik jamur tiram yang renyah. Retno mengatakan, tekstur keripik jamur yang renyah, membuat jenis makanan sehat ini banyak disukai orang.

"Pembuatannya pun sangat sederhana sehingga mudah dibuat oleh para ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar pusat budidaya jamur tiram Mikoponik  di desa Bojong Koneng,” ujar Retno dalam rilisnya, Kamis (9/9).

Masyarakat tidak hanya diberikan bekal untuk membuat keripik jamur yang renyah dengan cita rasa yang tinggi, namun yang tidak kalah penting adalah sosialisasi mengenai pengenalan branding product serta pengemasan secara higienis dan menarik.

Retno memperkenalkan produk keripik jamur desa Bojong Koneng dengan nama MikoQu. Nama tersebut diambil dari nama program Mikoponik yang telah didanai oleh hibah dari Program Pengmas Unggulan Perguruan Tinggi (PPMUPT) yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi dan Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Retno yang merupakan dosen di Departemen Biologi, FMIPA UI juga menambahkan bahwa jamur tiram memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga keripik jamur diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan protein pada masyarakat.

Dengan demikian, harapannya ekosistem bisnis jamur di Desa Bojong Koneng lebih berkelanjutan dan memberikan berdampak positif bagi perekonomian masyarakat Bojong Koneng maupun pemenuhan kecukupan gizi masyarakat secara luas.

Salah satu pengelola kumbung jamur di Desa Bojong Koneng, Hadi, menuturkan bahwa program tersebut menjadi alternatif di tengah pandemi Covid-19, saat permintaan jamur tiram segar menurun hingga 43,7 persen.

"Karena banyaknya rumah makan, kafe, dan hotel yang tidak beroperasi atau membatasi jam operasionalnya di masa PPKM ini," ujar Hadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement