REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pengelolaan diabetes, salah satu parameter yang akan selalu dipantau atau diperiksa ialah Hemoglobin-glikosilat atau HbA1c. Sayangnya, mayoritas penderita diabetes atau diabetisi di Indonesia masih memiliki HbA1c di atas ambang wajar sehingga berisiko komplikasi.
Ketua Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Em Yunir, SpPD-KEMD, mengatakan batas HbA1c yang ideal bagi diabetisi ialah tidak melebihi angka tujuh. Akan tetapi, hanya sekitar 30 persen diabetisi yang memiliki HbA1c di bawah tujuh. Sedangkan mayoritas penderita diabetes di Indonesia memiliki rata-rata HbA1c 8,3 akibat kurangnya kontrol terhadap penyakit diabetes yang diderita.
"Artinya, 70 persen tidak terkontrol dan memiliki risiko komplikasi," jelas Yunir saat ditemui di J.W. Marriott Hotel Jakarta bersama PT Roche Indonesia, Selasa (30/8).
Yunir mengungkapkan kasus komplikasi diabetes ini bisa dijumpai darj ujung kepala hingga ujung kaki tubuh diabetisi. Kasus komplikasi yang paling sering terjadi ialah kerusakan syaraf atau peripheral neuropathy yang umumnya ditemui di kaki sebesar 59,1 persen. Selain itu, komplikasi berupa disfungsi ereksi dan komplikasi pada mata juga terhitung tinggi dengan persentase 32,4 persen dan 29,1 persen.
Kasus komplikasi jantung akibat diabetes juga diketahui terdapat sebesar 22,8 persen dengan komplikasi pada ginjal sebesar 14,5 persen. Khusus untuk komplikasi ginjal ini, Yunir mengatakan sekitar 30 persen pasien cuci darah di Indonesia disebabkan oleh diabetes. Jika dibiarkan, lanjut Yunir, dampak komplikasi dari diabetes akibat tidak adanya kontrol yang baik ini dapat membahayakan kesehatan dan jiwa.
"Tiap tujuh detik, satu orang meninggal di dunia karena diabetes. Problemnya karena komplikasi kronik," tambah Yunir.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan penderita diabetes atau diabetisi untuk menjauhkan diri dari risiko komplikasi. Selain menjaga gaya hidup yang sehat, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) menggunakan glukometer juga penting dilakukan bagi penderita diabetes melitus Tipe 1. Penderita diabetes melitus Tipe 2 yang menggunakan insulin, obat antidiabetik oral ataupun diabetisi pengguna obat antidiabetik oral dalam kondisi khusus juga disarankan melakukan PGDM.
Melalui PGDM yang benar sesuai edukasi dokter, diabetisi dapat merasakan banyak manfaat seperti pengendalian glukosa darah yang lebih baik, turunnya tingkat mordibitas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) hingga menghemat biaya kesehatan jangka panjang terkait komplikasi akut ataupun kronik.
Marketing Manager PT Roche Indonesia dr. Benny Kurniawan mengatakan hasil monitor kadar gula darah yang akurat menjadi komonen penting untuk memperoleh data glukosa darah yang tepat. Data ini akan berguna bagi dokter untuk melakukan evaluasi terapi yang tengah dijalani oleh diabetisi.
"Namun, harus menggunakan alat glukometer yang terbukti dan teruji keakuratannya," terang Benny.