REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ mengingatkan masyarakat agar tidak mengesampingkan pentingnya resep dokter untuk konsumsi obat. Menurut dia, penyalahgunaan obat keras PCC yang kini mengemuka bisa dicegah jika masyarakat disiplin menjalankan sistem yang seharusnya.
"Setiap obat ada indikasinya, PCC yang terdiri dari paracetamol, carisoprodol, dan caffeine seharusnya tidak boleh diminum sembarangan, harus dengan resep dokter," ujar pria 40 tahun kelahiran Bogor tersebut.
Lahargo mengatakan, PCC bukan sekadar obat parasetamol yang dijual bebas. Ada tambahan kandungan yang memerlukan diagnosis dokter guna menentukan apakah pasien membutuhkan obat tersebut atau tidak, barulah yang bersangkutan bisa mendapatkannya.
Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial RS Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor itu menyayangkan, sistem ideal untuk mendapatkan obat banyak dilanggar. Tidak sedikit pasien yang dengan mudah bisa membeli obat sendiri di apotek tanpa resep dokter, menyebabkan munculnya banyak kasus penyalahgunaan zat.
Pasien dengan berbagai kasus penyalahgunaan tersebut kerap ditangani Lahargo saat praktik di RS Jiwa Marzoeki Mahdi maupun Siloam Hospital Bogor. Ia menyampaikan, cukup banyak pasien gangguan jiwa yang ketika ditelusuri memiliki riwayat penggunaan obat penenang berlebihan maupun narkotika jenis new psychoactive substances (NPS).
Meski kasus yang ia tangani bukan jenis obat PCC seperti yang saat ini terjadi di Kendari, Lahargo tetap menyoroti risiko dan bahaya penyalahgunaan zat tersebut. Sejumlah obat yang sering disalahgunakan selain PCC termasuk Tramadol, Dextromethorpan, Triheksifenidil (Hexymer), hingga Flakka, narkotika dengan efek serupa sabu-sabu dan ekstasi.
"Efek gangguan jiwa paling parah, bisa terjadi gangguan psikotik sehingga pasien tidak bisa membedakan mana realitas dan yang tidak nyata. Bisa terjadi risiko seperti bunuh diri, melukai orang lain, serta perilaku kekerasan berat yang harus ditangani dengan lebih intensif," tutur Spesialis Kedokteran Jiwa lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.