REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menyampaikan apresiasinya kepada Menteri Pariwisata (Menpar) dalam Rakornas II Pariwisata yang membahas Homestay Desa Wisata di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (19/5). Menpar Arief Yahya dinilainya sukses menancapkan spirit Indonesia Incorporated dalam menjalankan program-programnya.
Melibatkan banyak Kementerian dan Lembaga itu tidak mudah. Tetapi, demi mensukseskan program bersama pemerintah Presiden Joko Widodo, semua bisa bergandengan tangan.
"Jumlah pelibatan lembaga. Saya ikuti, cermati, ketika bicara connectivity, ada 15 lembaga. Ketika bicara homestay ada 22 lembaga. Makin banyak pelibatan terhadap pemangku kepentingan, baik itu masyarakat berarti makin terbuka lebar kesuksesan pariwisata Indonesia. Memang hebat ini Menteri Pariwisatanya!" sebut Ferdiansyah tanpa basa basi.
Ferdiansyah mengaku sangat setuju dengan program Homestay Desa Wisata akan menjadi solusi menggenjot kebutuhan penginapan yang dinilai masih sangat kurang. Menurutnya, bila program homestay ini berjalan lancar, niscaya kunjungan wisatawan baik dalam maupun luar negeri akan meningkat pesat.
"Saya setuju dengan kebijakan ini karena yang paling cepat dan murah adalah homestay. Untuk sebuah hotel dengan 900 kamar, paling cepat membangun 2 tahun. Bayangkan kalau target 50 ribu kamar, harus berapa tahun? Homestay adalah solusi tepat dan cepat untuk meningkatkan kunjungan wisatawan," ujar Ferdiansyah.
Yang juga menarik, lanjut Ferdiansyah, sekarang ada UU Kemajuan Budaya, yang juga berkat dorongan Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Tidak lepas dari kemajuan pariwisata adalah kemajuan budaya. Menurutnya, 65 persen orang datang karena kebudayaan.
"Catatan untuk kita, kebudayaan bukan biaya tapi investasi. Permainan tradisonal, kesenian tradisional, semua sudah dijamin UU Kemajuan Budaya. Artinya, terbuka lebar bagi Kemenpar untuk tidak lagi terlalu mengurusi permainan tradisonal tapi menjadi urusan Kemendikbud. Kemenpar tinggal memanfaatkannya," jelas Ferdiansyah.
Ferdiansyah melanjutkan, pihaknya sudah melakukan penjajakan. Ada tiga variabel berkaitan dengan homestay. Kamar dan kamar mandi di dalam, dan yang terpenting diupayakan tersedia wifi yang menjadi kebutuhan wisatawan jaman sekarang.
"Wisman selalu menanyakan wifi. Catatan lainnya juga soal homestay. Kalau tercipta di 2019 ada 100 ribu kamar, pertanyaannya, bisa gak kita menjadi pengelola homestay terbaik di dunia? Hitungannya bisa untuk menampung 10 juta wisatawan, kalau tidak bicara hotel, cottage, dan sebagainya," papar Ferdiansyah.
Terakhir, tambah Ferdiansyah, ada event ASEAN Games di Jakarta dan Palembang. Jangan anggap Jakarta hebat, dengan 10 ribu kamar. “Siapkah kita menampung sekitar 28 ribu orang? Termasuk di Palembang, yang hanya memiliki 7.200 kamar. Ini tentu menjadi peluang besar bagi Palembang untuk turut mengembangkan homestay,” sebutnya.
"Dengan homestay, wisatawan bisa semakin mengenal dan dekat dengan budaya lokal juga dengan pemilik rumah. Mereka tidak hanya mendapatkan penginapan dan pelayanan yang baik, tapi juga informasi tentang kebudayaan," tutup Ferdiansyah.
Menteri Pariwisata Arief Yahya siap menjawab tantangan Wakil Ketua Komisi X DPR tersebut. Menurutnya, di era serba digital, industri pariwisata harus mengikuti perkembangan. Termasuk soal pengelolaan homestay, yang diharapkan kelak bisa menjadi yang terbaik di dunia.
Arief mengatakan selama ini ia tertarik dengan Hukum Disrupsi (Law of Disruption) yang dikemukakan oleh Profesor Rhenald Kasali. Rhenald menyebut ada empat butir Hukum Disrupsi yaitu disruption attacts not any company, it attacts good company, disruption attacts incumbent with strong reputation, it demands new machinerather than the old one dan it creates new market and low-end markets.
Maksudnya menurut Arief, hanya tinggal menunggu waktu semua perusahaan, semua institusi, bahkan semua negara pasti akan terkena serangan disrupsi dengan adanya arus besar digitalisasi. Celakanya, kata Arief merujuk pernyataan Rhenald Kasali, yang menjadi sasaran empuk disrupsi digital adalah perusahaan atau organisasi konvensional yang mapan dan telah memiliki reputasi mengagumkan selama berpuluh tahun sebelumnya.
Menurut Hukum Disrupsi Rhenald, Arief menerangkan, untuk sukses di era disrupsi setiap organisasi konvensional harus menggunakan “mesin” baru berupa model bisnis baru, model operasi baru, dan value proposition baru yang luar biasa. Mesin baru itu tentu harus berbasis digital, tidak bisa tidak.
"Karena alasan itulah sejak tahun lalu saya sudah mengharuskan digitalisasi pengelolaan homestay," ujar Menpar Arief Yahya.
Homestay yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air menurut Arief harus dikelola dengan “mesin” baru, yaitu menggunakan model bisnis baru yang berbasis digital. Model baru ini disebut digital sharing economy, yaitu melalui digital platform seperti Indonesia Travel Exchange (ITX).
Dengan platform ini seluruh homestay yang umumnya pemain UKM, disatukan di dalam satu platform terintegrasi yang super efisien dan bernilai tinggi.Platform ini akan membantu masyarakat lokal pemilik homestay agar bisa berkualitas, setara dengan hotel.
Wisatawan dapat melakukan pencarian, pemesanan, dan pembayaran secara daring melalui platform ini. Sehingga Usaha Kecil Menengah dan koperasi pemilik homestay dapat dikelola sebagaimana layaknya sebuah perusahaan besar modern. "Ingat, 'the more digital, the more professional'," tukas Menpar Arief Yahya.