Kamis 23 Jan 2014 08:15 WIB
Pileg dan Pilpres Bersamaan

Pemilu Serentak Dikhawatirkan

Bendera Parpol Peserta Pemilu 2014
Foto: Adhi Wicaksono/ Republika
Bendera Parpol Peserta Pemilu 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menjdawalkan pembacaan putusan atas gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres), Kamis (23/1) ini. PDI Perjuangan dan Partai Demokrat menyatakan kekhawatiran atas potensi MK mengamanatkan pelaksanaan pilpres dan pemilu legislatif (pileg) melalui putusan tersebut.

"Jangan jadi manuver politik. Kita berharap MK memutuskan secara arif dan bijaksana dengan penuh kenegarawanan. Kita tidak bayangkan kegaduhan," kata Ketua DPP Bidang Hukum PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan, Rabu (22/1). Ia menegaskan, PDI Perjuangan tak sepakat bila pemilu serentak dilangsukan tahun ini.

Trimedya menilai, perubahan tata laksana pemilu secara mendadak akan menciptakan kekacauan politik di Tanah Air. Menurutnya, kekhawatiran dikabulkannya gugatan atas UU Pilpres karena MK sempat beberapa kali menelurkan putusan kontroversional.

PDIP berharap pelaksanaan pemilu serentak tidak dipaksakan. Sebab, pemaksaan itu akan membuat jadwal pelaksanaan pileg mundur. Artinya, kata Trimedya, ada upaya melanggengkan kekuasaan yang saat ini ada.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengatakan,  pelaksanaan pemilu serentak tahun ini akan merepotkan semua pihak. "Sekarang ini pemilu tinggal tiga bulan lagi, kalau diubah mendadak nanti yang repot kita semua," kata Hayono.

Menurut salah satu peserta konvensi calon presiden itu, pada waktu yang singkat seperti saat ini tak hanya Demokrat, partai lain pun pastinya tidak akan mudah menyesuaikan aturan yang berubah secara mendadak itu. Belum lagi biaya yang dikeluarkan tentu akan berkali lipat dari anggaran yang sebelumnya telah ditentukan.

Uji materi terhadap UU Pilpres yang tengah diproses di MK saat ini diajukan oleh dua pihak. Pada awal 2013, Koalisi Masyarakat Sipil yang diwakili Effendy Ghozali yang melayangkan gugatan. Sementara, kandidat calon presiden dari Partai Bulan Bintang (PBB) mengajukan gugatan akhir tahun lalu.

Pasal-pasal yang digugat kedua pihak, terutama soal pelaksanaan pileg dan pilpres pada waktu yang berbeda. Kedua penggugat ingin pilpres dan pileg dilaksanakan serentak. Perbedaan gugatan terletak pada mekanisme pengajuan capres dalam UU Pilpres.

Koalisi Masyarakat Sipil menggugat pasal yang mengatur bahwa capres harus dari kalangan parpol. Sementara, Yusril menggugat pasal yang mengatur bahwa calon presiden mesti diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh minimal 20 persen suara pada pileg.

Yang akan dibacakan putusannya oleh MK adalah gugatan Koalisi Masyarakat Sipil setahun yang lalu. Mantan ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan, putusan MK terkait UU Pilpres tersebut dinilai berlarut-larut.  Menurut dia, tidak pantas mahkamah menunda pembacaan putusan. “Coba pertanyakan kenapa MK menunda putusan itu lama sekali,” kata Jimly, kemarin.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, mengatakan, majelis hakim sudah menentukan putusan sejak maret tahun lalu. Ia juga sudah tiga kali mengirimkan surat, minta kejelasan putusan. “Jelas ada kepentingan di balik pembacaan putusan tersebut,” ujar Ray.

Kalau nantinya dikabulkan, dia menjelaskan, ada tiga skenario yang bisa terjadi. Pertama, memberlakukan putusan tersebut pada pemilu tahun ini, kedua ditunda hingga 2019, dan terakhir menyerahkan pada KPU bagaimana waktu pelaksanaannya.

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan pemerintah siap menjalankan apa pun keputusan MK tentang uji materi UU Pilpres. Amir menyatakan, pemerintah tidak bisa terlibat dalam perdebatan mana lebih baik pemilu serentak atau terpisah.

Namun secara pribadi, Amir selaku praktisi hukum berpendapat pemilu serentak bisa memberi manfaat yang besar untuk rakyat. Setidaknya, pemilu serentak bisa dilaksanakan pada Pemilu 2019.

Pelaksanaan pemilu serentak pada 2014 akan menciptakan berbagai konsekuensi, salah satunya menyangkut kesiapan KPU menyelenggarakan pemilu. "Kalau lihat sekarang ini dengan segala persiapan yang telah dilakukan oleh KPU, kita bisa bayangkan perubahan biaya cukup tinggi," ujarnya.

Mantan ketua MK Mahfud MD mengatakan Mahkamah Konstitusi mungkin saja mengabulkan permohonan uji materi UU Pilpres. "Bisa saja dikabulkan kalau ada kondisi baru yang menyebabkan pemilu tidak serentak dianggap bertentangan dengan UUD," kata Mahfud.

Terkait dengan Ketua MK Hamdan Zoelva yang pernah bernaung di bawah partai yang sama dengan Yusril, Mahfud mengatakan biar publik yang menilai. "Hamdan tahu bagaimana jaga independensinya, biar publik yang menilai," ujarnya. n m akbar wijaya/andi m ikhbal/antara ed: fitriyan zamzami

Halangan Koalisi Parpol Islam

Bambang Noroyono

Upaya koalisi partai politik (parpol) berbasis massa Islam terancam kandas jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Rommahurmuzy mengatakan, judical review ajuan Koalisi Masyarakat Sipil tersebut akan memunculkan pasangan capres yang bebas.

''Gagasan koalisi partai Islam akan menjadi semakin sulit dan tidak intensif,'' kata dia, Rabu (22/1). Ia menjelaskan, dengan disetujuinya pelaksanaan pemilihan umum secara serentak, otomatis akan mengubah sistem ambang batas (parliamentary threshold) untuk pengajuan capres dan cawapres.

Persetujuan MK atas pelaksanaan pemilu serentak otomatis akan menjadikan ambang batas tersebut nol persen. Rommahurmuzy melihat, dengan ambang nol persen tersebut, akan memberi peluang kepada 12 parpol peserta Pemilu 2014 untuk mengajukan capres dan cawapresnya masing-masing.

Upaya parpol Islam untuk mengusung capres tunggal pada akhirnya jadi semakin sukar. ''Jadi, koalisi partai Islam ini sebenarnya bagus dan punya peluang menang. Tapi, gugatan UU 42/2008 mengancam ini,'' ujar dia. n m akbar wijaya/andi m ikhbal ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement