Jumat 02 Sep 2016 00:01 WIB

Pemerintah Pusat Selalu Paranoid dengan Perda Aceh

Rep: Ali Mansur/ Red: Indira Rezkisari
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Foto: Republika/Prayogi
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD Perwakilan Aceh, Fahrul Razi, menyatakan pemerintah pusat selalu paranoid dengan Peraturan Daerah (Perda) Aceh, salah satunya cuti enam bulan untuk ibu hamil. Padahal, kebijakan tersebut tidak perlu dipersoalkan, sejauh tidak bertentangan dengan undang-undang dasar. Bahkan, seharusnya pemerintah memberikan apresiasi terhadap terobosan tersebut karena belum ada provinsi lain yang membuat program positif.

Apalagi, Aceh sendiri memiliki sifat hukum khusus (lex specialis) yang menerapkan sistem pemerintahan lokal. Aturan cuti untuk ibu hamil sebanyak enam bulan tidak melanggar aturan negara. Di samping itu, aturan kebijakan merupakan bagian kreativitas daerah mengembangkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan di Aceh. Bahkan Fahrul Razi menyatakan, terkadang kebijakan-kebijakan yang dilakukan Aceh lebih banyak maju ke depan.

"Ingat, sekarang Aceh miliki Syariat Islam dulu ditentang, sekarang banyak provinsi minta Syariat Islam, Aceh juga punya Jaminan kesehatan Aceh (JKA), dan baru sekarang nasional menerapkan BPJS. Jadi jangan terlalu paranoid lah," keluh Fahrul Razi, saat dihubungi melalui seluler, Kamis (1/9).

Fahrul Razi menambahkan, kebijakan cuti enam bulan untuk ibu hamil merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimiliki perempuan ketika hamil. Saat itu, perempuan harus mendapatkan jaminan, baik jaminan kesehatan maupun jaminan cuti kerja. Sehingga, kebijakan cuti enam bulan tersebut sangat produktif untuk peningkatan kualitas perempuan. "Saya yakin, dengan adanya cuti ini, akan mempengaruhi angka kematian ibu dan anak," tambahnya.

Kemudian kata dia, pemerintah juga harus melihat adat dan budaya. Masyarakat Aceh memiliki adat dan budaya sendiri. Misalnya, sebelum menikah sedang hamil dan melahirkan, mereka mempunyai adat sendiri yang berbeda dengan di Jakarta maupun provinsi lain. Adat dan budaya itu harus dijaga, karena merupakan bagian dari kearifan lokal.

Fahrul Razi melanjutkan, Selain cuti, peraturan gubernur ini juga memuat kewajiban pengusaha/pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib menyediakan fasilitas khusus untuk ruang menyusui dan memerah ASI. Maka dengan adanya aturan cuti enam bulan, dapat memberikan perlindungan secara hukum kewajiban ibu memberikan air susu dan pemenuhan hak bayi sampai dengan usia enam bulan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement