Rabu 11 Dec 2013 13:07 WIB

Suami Jarang Pulang dan Tidak Beri Nafkah

Menghadapi suami yang tidak bertanggung jawab/ilustrasi
Foto: flickr.com
Menghadapi suami yang tidak bertanggung jawab/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Saya seorang ibu dengan 1 putra dan 1 putri. Selama 8 tahun perkawinan saya cukup bahagia, namun 2 tahun terakhir ini suami jarang pulang dan tidak memberi nafkah lahir maupun batin. Rumah masih mengontrak dan putri pertama sudah masuk sekolah. Suami saya adalah seorang PNS. Saya sering mencari suami di tempat pekerjaannya tapi tidak ada, sementara rumah kontrakan harus dibayar karena sudah jatuh tempo.

Dalam keadaan yang demikian memprihatinkan tiba-tiba datang seorang wanita membawa bayi mencari suami saya dan mengaku sebagai istrinya. Saya sempat bertengkar dengan wanita itu, tapi tiba-tiba wanita itu meninggalkan bayi itu begitu saja sementara saya bingung harus bagaimana. Saya kasihan pada bayi itu.

Akhirnya dengan terpaksa saya ambil bayi itu. Suami belum juga pulang dan saya terus mencari ke mana-mana (rumah teman-temannya). Suatu ketika suami telepon ke rumah lalu saya ceritakan peristiwa datangnya bayi tersebut, tetapi suami minta saya untuk mengembalikan bayi itu pada ibunya. Saya menolak, kecuali kalau mau bayar ganti rugi sebesar Rp 50 juta.

Saya ingin memberi pelajaran pada suami saya dan ibu dari bayi itu dengan memberikan bayi itu pada orang yang saya percayai tanpa sepengetahuan suami dan ibu dari bayi tersebut.

 

Pertanyaan:

1. Demi bayi yang tak berdosa itu dapatkah saya secara hukum memberikan bayi itu pada orang lain karena saya bukan orang tua bayi itu?

2. Dapatkah saya sebagai istri PNS yang sah membatalkan perkawinan suami dengan ibu bayi tersebut baik perkawinannya secara sah maupun kawin bawah tangan? Bila dapat bagaimana prosedurnya?

3. Bagaimana kelak status bayi tersebut bila perkawinannya ternyata tidak sah?

Lina

Jakarta

 

Jawaban:

 

Ibu Lina yang mulia,

Saya dapat merasakan apa yang Ibu Lina hadapi sekarang ini yakni kecewa, sakit hati, bingung dan sebagainya atas sikap suami yang sudah 2 tahun tidak diketahui keberadaannya. Namun untuk mencari tahu keberadaan suami sebenarnya ibu tidak begitu sulit, apalagi suami sebagai PNS yang jelas kantornya. Ibu Lina bisa tanya kepada rekan-rekan sekantornya, atau langsung kepada atasan suami sekaligus untuk menceritakan permasalahannya.

Tentu apabila perlakuan suami ibu Lina betul-betul terbukti bahwa dia telah menelantarkan keluarganya dan berselingkuh, apalagi sampai membuahkan seorang anak, ia bisa dikenakan sanksi dari instansi yang bersangkutan.

Mengenai apakah ibu dapat memberikan bayi hasil hubungan selingkuh suami ibu dengan wanita tersebut kepada orang lain, hal ini jelas tidak dapat dilakukan karena merupakan suatu pelanggaran hukum. Penyerahan seorang anak kepada orang lain harus mendapat persetujuan dari kedua orang tua atau orang tua kandung anak tersebut. Apalagi ibu anak tersebut, tidak diketahui keberadaannya, sehingga ibu Lina tidak boleh menyerahkan anak tersebut kepada orang lain.

Seseorang yang masih terikat perkawinan dengan orang lain, tidak dapat kawin lagi kecuali persyaratan secara hukum telah dipenuhinya. Jadi istri yang mengetahui suaminya telah kawin lagi (Perkawinan yang tidak dilakukan sesuai dengan persyaratan dalam UU No 1/1974) dapat melakukan suatu gugatan pembatalan perkawinan suaminya dengan wanita lain.

Caranya, yang bersangkutan mengajukan gugatan pembatalan perkawinan ke pengadilan yang meliputi wilayah hukum tempat perkawinan dilangsungkan atau tempat tinggal suami-istri tersebut, atau di tempat tinggal suami, tempat tinggal istri, dengan dilampiri surat nikah yang bersangkutan (fotokopinya).

Yang dimaksud dengan perkawinan di bawah tangan yakni perkawinan yang tidak dilakukan di hadapan PPN (Pejabat Pengawas Nikah) yang berwewenang dan biasanya salah satu pihak memalsukan data dirinya (misalnya suami mengaku bujang atau mengaku telah bercerai hidup atau mati). Sehingga apabila perkawinan seperti ini dibatalkan, sebagai istri yang sah Anda dapat mengecek ke KUA yang mengeluarkan surat nikah tersebut.

Apabila benar-benar tercatat, ibu harus meminta salinan surat nikah tersebut atau surat keterangan dari KUA yang bersangkutan yang menerangkan bahwa benar telah dilangsungkan suatu perkawinan. Surat-surat tersebut dapat dijadikan bukti untuk mengajukan pembatalan nikah.

Perkawinan yang dilakukan di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum. Sehingga apabila dari perkawinan tersebut telah dilahirkan anak, maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Menurut UU Perkawinan kedudukan/status anak yang dilahirkan ditentukan dari sah tidaknya perkawinan.

sumber : Konsultasi Hukum dan Psikologi Keluarga
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement