Ahad 23 Feb 2020 21:10 WIB

Hukum Lamaran Nikah dalam Islam (2)

Terjadi perbedaan pendapat soal hukum lamaran nikah.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Hukum Lamaran Nikah dalam Islam. Foto: Pernikahan Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Hukum Lamaran Nikah dalam Islam. Foto: Pernikahan Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum nikah adalah sunnah, namun terdapat pendapat yang berbeda mengenai hukum perkara ini. Misalnya, kalangan ulama-ulama dari mazhab Zhahiri menghukumi nikah adalah sebuah kewajiban.

Sedangkan dari kalangan ulama-uama mazhab Maliki disebutkan, hukum nikah bagi sebagian orang adalah sunah sedangkan bagian yang lain menghukuminya sebagai mubah. Ulama-ulama ini berpendapat bahwa hal itu menyangkut sejauh mana seseorang mengkhawatirkan dirinya terjerumus dalam perbuatan zina.

Baca Juga

Silang pendapat ini karena adanya dalil Alquran Surah An-Nisa ayat 3 berbunyi: “Fankhihu ma thoba lakum minanisa-i matsna wa tsulasa wa ruba,”. Yang artinya: “Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, atau empat,”.

Sedangkan dalam sabda Rasulullah SAW disebutkan: “Tanakahuu fa inna mukatsirun bikum al-umama,”. Yang artinya: “Menikahlah kalian, karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian pada umat-umat lain,”.

Hadits-hadits senada ini menunjukkan wajib, sunnah, atau mubah? Ulama-ulama yang berpendapat bahwa nikah itu wajib bagi sebagaian orang, sunnah bagia sebagaian yang lain, dan boleh bagi sebagaian yang lain lagi. Asalkan berpijak pada pertimbangan kemaslahatan bersama.

Jenis qiyas seperti inilah, kata Ibnu Rusyd, yang disebut sebagai qiyas mursal atau qiyas yang tidak mempunyai sandaran. Meskipun banyak ulama yang menolak qiyas tersebut, namun madzhab Maliki tampak jelas menggunakannya.

Sedangkan kata Ibnu Qudamah, permasalahan nikah itu ada tiga tipe. Pertama, orang yang mengkhawatirkan dirinya terjerumus dalam zina jika ia sampai mengundur-undur pernikahan.

Kedua, orang yang dianjurkan menikah yaitu yang memiliki hasrat seksual tetapi ia merasa aman dari jatuh ke dalam perbuatan yang haram.

Sedangkan ketiga, orang yang tidak punya hasrat seksual sama sekali, karena ia menderita impotensi. Atau karena ia punya hasrat seksual tetapi sudah hilang disebabkan sudah tua atau sakit.

Dalam hal ini ada dua versi pendapat, pertama dia tetap dianjurkan menikah dengan syarat, kedua yakni lebih baik dia membujang agar lebih leluasa beribadah kepada Allah SWT.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement