REPUBLIKA.CO.ID, Puisi Budi Sabarudin
Langit muram
Meratap ditinggal kekasih, Ramadhan
Aku pun meledak dalam tangis sejak malam hari
Sajadah basah usai tarawih hingga shalat Subuh
Aku tertegun merasakan dinginnya sahur dan imsak terakhir itu
Tamu Agung dengan lukisan seribu bulan
Sudah kurasakan di ujung jalan paling jauh
Bumi serupa bongkahan es
Ditingkap kabut terus-menerus
Inilah perpisahan paling pedih
Seperti gunung ditinggal pendaki
Dermaga tanpa kapal-kapal
Makam-makam tanpa peziarah
Dengan apalagi kubungkus luka diri
Ribuan hari dalam tazkiyatun nafs,
Setelah Ramadhan pergi, Tuhan?
Aku masih dan akan tetap rindu Pada kisah pagi paling cantik
Di ujung Syaban
Usai shalat Subuh di teras masjid
Dalam riang aku menunggu engkau:
Wajah yang selalu sejuk dengan embun-embun
Cirebon, 11 Agustus 2013
Budi Sabarudin, lahir di Desa Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Senang menulis puisi dan cerpen. Karya-karyanya pernah dimuat di sejumlah koran lokal, nasional, dan online. Sehari-hari bekerja sebagai jurnalis. Kini tinggal di Taman Royal 3, Jalan Akasia 3 AX1 No 8, Cipondoh, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Email : [email protected]